Pisau Bermata Dua dari Pemblokiran Internet di Papua

| 28 Aug 2019 23:21
Pisau Bermata Dua dari Pemblokiran Internet di Papua
Gambar oleh Colossus Cloud dari Pixabay
Jakarta, era.id - Internet sudah seperti kebutuhan primer. Jangankan sehari, sejam saja --kecuali tidur mungkin-- pisah dari internet, sulit rasanya. Bagaimana jika terjadi selama sepekan dan belum ada tanda-tanda kapan berakhir.

Di Papua dan Papua Barat, sudah sepekan ini pemerintah melakukan pemblokiran internet. Dan belum ada kisi-kisi Kementerian Komunikasi dan Informatika mencabut kebijakan itu, meski Kapolri dan Panglima TNI sudah bilang situasi di sana mulai kondusif.

Pemerintah punya alasan khusus membatasi akses dunia maya di tanah Papua. Hasil pengamatan selama sepekan terakhir ini, lebih dari 230.000 URL hoaks terkait Papua yang diviralkan. Tak terbayang kalau informasi hoaks itu ditelan mentah-mentah tanpa verifikasi saudara kita di sana. Pemerintah khawatir kondisi jadi makin sulit dikendalikan.

Sayangnya, belum ada satu pun pihak dari pemerintah yang bisa memberi kepastian kapan akses internet di Pulau Papua kembali normal. Kominfo sudah melakukan pertemuan dengan Ombudsman RI. Lembaga ini meminta Kominfo melalukan evaluasi pembatasan internet di Papua-Papua Barat dan melakukan pemulihan secara bertahap.

"Supaya kehidupan sosial, kehidupan ekonomi di sana juga dapat segera pulih," ucap anggota Ombudsman, Alvin Lie, Rabu (28/8/2019).

Kondisi yang tak menentu ini bikin berang sejumlah organisasi masyarakat sipil. Mereka mengancam siap melayangkan gugatan buat Kominfo ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 20 organisasi masyarakat sipil telah mengirimkan somasi kepada Menteri Kominfo Rudiantara, Senin (26/8) kemarin.

"Kami sedang menunggu, kami kasih waktu 14 hari dari Senin kemarin untuk memberi tanggapan, kalau tidak kami akan teruskan ke pengadilan," ujar Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.

Isnur menyebut pemblokiran internet dilakukan tanpa prosedur serta merupakan tindakan tanpa dasar hukum karena Pasal 40 UU ITE terkait konten dan tidak mengharuskan data internet diblokir. Apabila Kominfo menemukan konten dalam media sosial yang bermuatan hoaks dan ujaran kebencian yang dikhawatirkan memanaskan situasi keamanan Papua dan Papua Barat, langkah yang diambil semestinya pemblokiran konten.

"Dasar hukumnya apa? Kalau tidak ada itu namanya abuse of power. Mentang-mentang mereka punya kuasa mengatur sistem lalu bisa meminta provider mematikan semua sitemnya itu," ucap Isnur.

Soal ini, Kominfo sebenarnya sudah punya jawabannya. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan, bilang pembatasan terhadap medsos tidak bisa dilakukan per wilayah. Belum ada teknologi yang bisa membatasi satu ada beberapa media sosial saja.

"Karena teknologi pembatasan tidak bisa dilakukan secara regional terhadap medsos. Jadi, tidak pembatasan tidak bisa regional," kata Semuel Abrijani Pangerapan.

Tags : kkb papua
Rekomendasi