Dalam Pasal 417 dan 418 tentang Perzinaan, zina didefinisikan 'Seluruh hubungan seks di luar pernikahan'. "Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II," demikian bunyi Pasal 417 ayat 1 RUU KUHP.
Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan orang 'yang bukan suami atau istrinya' adalah:
Pertama, laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; Kedua, perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya; Ketiga, Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan.
Kemudiaan keempat, perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; dan kelima, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Pasal ini memicu Pemerintah Australia mengeluarkan imbauan (travel advice) bagi warganya yang akan berkunjung ke Indonesia terutama Bali dan Poso. Pemerintah Australia khawatir atas implementasi RUU KUHP akan berdampak pada warganya.
"Kami memperbarui imbauan perjalanan untuk mencantumkan informasi baru tentang kemungkinan perubahan Undang-Undang KUHP Indonesia di masa depan," tulis imbauan pemerintah Australia dalam laman resminya smartraveller.gov.au, beberapa waktu lalu.
Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti menilai perzinaan masuk wilayah pribadi dan tak seharusnya masuk pada hukum pidana. Dia juga menyebut RKUHP membuat wisatawan takut datang ke Indonesia, terbukti dari travel advice dari Australia.
"Jadi orang akan takut, sebenarnya kan kedutaan Australia kan sudah mengeluarkan travel advice itu juga, karena mereka khawatir surat nikah ditanya. Itu kan privasi," lanjut Bivitri.
Menurutnya, negara tak perlu terlalu jauh mencampuri wilayah privasi masyarakat, ia khawatir masyarakat menjadi tidak nyaman apabila negara terlalu jauh ikut campur terhadap masalah pribadi.
"Jadi cara berfikirnya adalah karena kalau ada hal-hal yang sifatnya privat itu, jadi batasan antara hukum negara dengan hak privat individu itu harus ada. Kalau misalnya sudah terlalu jauh negara masuk maka itulah yang akan membuat orang tidak nyaman," ucapnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mewakili pemerintah pun meminta DPR untuk tidak memasukkan pasal perzinaan, terutama Pasal 418 dengan alasan berpotensi multitafsir dan menimbulkan kriminalisasi.
"Dari masukan-masukan takutnya nanti ada upaya-upaya kriminalisasi, pemerasan dan lain-lain dilakukan oleh pihak-pihak oleh karena sesuatu hal. Jadi tanpa membahas lebih dalam, pasal 418, pemerintah, saya memohon untuk di-drop," jelas Yasonna dalam pembahasan RUU Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) antara DPR RI bersama pemerintah di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9).
Pasal 418 memuat dua ayat yang menjelaskan soal perbuatan hubungan badan lawan jenis di luar pernikahan. Pasal 418 ayat 1 berbunyi "Laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak kategori 3".
Sedang pasal 418 ayat 2 berbunyi, "Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan di pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori 4".