Jalan La Nyalla Jadi Ketua DPD

| 02 Oct 2019 10:54
Jalan La Nyalla Jadi Ketua DPD
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti (Foto: Istimewa)
Jakarta, era.id - Pemilihan Ketua DPD periode 2019-2024 berjalan cukup alot dan memakan waktu lebih dari tiga jam. Langkah voting diambil setelah tidak mencapai musyawarah mufakat dalam menentukan jabatan ini.

Akhirnya, La Nyalla Mattalitti terpilih jadi ketua DPD melalui mekanisme voting yang dihadiri 134 anggota DPD. 

Dia jadi pemegang suara terbanyak (47 suara) dibanding tiga pesaingnya, yaitu Nono Sampono (40 suara), Mahyudin (28 suara) dan Sultan Bachtiar (18 suara).

Voting dilakukan menggunakan surat suara yang kemudian diberi tanda pilih dan dimasukkan ke kotak suara, lalu dihitung secara manual.

"Pimpinan terpilih yang memperoleh suara terbanyak pertama diterapkan sebagai ketua terpilih," kata pimpinan sidang Jialyka Maharani dalam rapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019) pagi.

Sebelum voting digelar, jumlah anggota DPD yang hadir dalam rapat dan akan ikut serta memberikan suara sebanyak 132 dari 136 anggota. Tetapi, ketika surat suara dihitung, ada 134 orang yang memberikan suara.

Beberapa anggota DPD yang hadir pun protes. Mereka mempertanyakan asal dua suara tersebut.

"Bagaimana prosesnya dia ketambahan, karena tadi dari awal diumumkan 132 itu setelah mengecek, sekarang jadi 134. Oleh karena itu mohon penjelasan secara rinci dan jelas," kata salah seorang anggota DPD menginterupsi di rapat.

Dia protes, jika ada penambahan anggota DPD sebelum voting, harusnya diinformasikan ke seluruh anggota DPD yang hadir supaya tidak terjadi kesimpangsiuran.

Sejumlah anggota DPD menilai pimpinan sidang dan kesekjenan tidak cermat atas hal ini. Mereka bahkan meminta pimpinan sidang meminta maaf atas kekeliruan yang terjadi.

Pelantikan pimpinan DPD (Foto: Istimewa)

Upaya jegal menjegal

Kericuhan yang terjadi pada Sidang Paripurna Luar Biasa Ke-2 DPD RI ini diduga terkait upaya penjegalan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas sebagai pimpinan DPD periode 2019-2024.

Awalnya, kericuhan terjadi ketika perangkat sidang hendak mengesahkan Tata Tertib (Tatib) pemilihan pimpinan DPD. 

Sejumlah anggota kemudian mengajukan interupsi untuk menyampaikan pendapat. Namun, pimpinan sidang tidak merespons. Sehingga memancing interupsi-interupsi dari anggota lain.

Sebagian anggota yang mengajukan interupsi menilai, pembacaan laporan Tatib oleh Ketua BK Mervin bukan laporan Tatib. Sebab, pembahasannya dianggap tidak melibatkan anggota lain. Pengesahan Tatib itu pun dianggap dirancang untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

Anggota DPD dari Sulawesi Barat Asri Anas menilai, Tatib sengaja dibuat untuk menjegal GKR Hemas sebagai pimpinan DPD periode berikutnya.

Asri mengatakan, upaya menjegal GKR Hemas untuk menjadi pimpinan DPD dapat dilihat dari pasal yang menyatakan seorang anggota DPD yang melakukan pelanggaran kode etik tidak bisa mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD. Hemas pernah diberhentikan sementara oleh DPD karena melanggar kode etik saat masa kepemimpinan Oesman Sapta Odang.

"Itu (Tatib) menjegal Ibu Hemas. Jadi itu akal-akalan. Intinya sebenarnya ini semua dibuat oleh grupnya OSO (Oesman Sapta Odang) karena OSO masih ingin mengcengkramkan kakinya di DPD," kata Asri.

Ketua BK DPD Mervin Sadipun Komber membantah pengesahan Tatib DPD ini untuk menjegal Hemas menjadi pimpinan DPD.

"Tidak ada jegal menjegal," kata Mervin saat jumpa pers di Kompleks Parlemen, seusai rapat.

Mervin mengatakan, pencantuman aturan bahwa pimpinan DPD tidak boleh melanggar kode etik yang tertuang dalam Tatib DPD, murni ditetapkan dalam rapat panmus.

Menurut dia, tidak ada anggota DPD yang menolak aturan tersebut pada saat rapat. Oleh sebab itu, tatib yang dibacakan tetap disahkan.

Tags : dpd
Rekomendasi