AMUKK merupakan tim advokasi yang sengaja dibentuk untuk memberi pendampingan hukum kepada pelajar dan mahasiswa. Tim itu lahir karena adanya larangan unjuk rasa dari lembaga pendidikan kepada pelajar dan mahasiswa.
Anggota tim advokasi, Alghiffari Aqsa, mengatakan timnya siap membawa kampus-kampus ke pengadilan dengan jalur gugatan perdata atau tata usaha negara. Menurutnya, kampus maupun sekolah tidak layak melarang orang berunjuk rasa. Untuk itu, kebijakan drop out karena ikut turun aksi massa menolak RUU bermasalah tidak bisa diambil oleh lembaga pendidikan.
"Mungkin dilakukan gugatan tata usaha negara terkait drop out-nya, bisa juga gugatan perdata untuk kemungkinan kerugian yang dialami," kata Alghiffari, Jumat (5/10), seperti dilansir dari CNNIndonesia.com.
Baca Juga : Tak Ada Gas Air Mata saat Demo Kawal Pelantikan Anggota DPR
Hingga kini, kata dia, ada 39 pengaduan yang masuk ke timnya. Pengaduan itu seputar adanya mahasiswa yang di-drop out oleh kampus, terancam drop out, atau sudah diberi peringatan ketiga. Selain itu, ada juga yang ditangkap dan diancam mendapat kekerasan seksual, serta ancaman lisan.
Sebelumnya, melansir Medcom.id, sejumlah kampus di Yogyakarta kompak menyatakan tak mendukung mahasiswanya turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Mereka juga meminta para mahasiswa tidak ikut-ikutan beraksi ke ibu kota.
Aliansi Akademisi Indonesia pun mengecam pihak kampus yang membatasi ekspresi mahasiswa. Pelarangan hingga hukuman terhadap mahasiswa untuk ikut demonstrasi, dinilai sebagai bentuk anti-demokrasi.
Perwakilan Aliansi Akademisi Indonesia, Andina Dwifatma, mengungkapkan ada beberapa pihak kampus yang mengancam akan menghukum mahasiswanya yang mengikuti demonstrasi. Sementara, ada pula beberapa pihak kampus lainnya yang tertangkap basah main aman, yakni memberi izin, tapi meminta mahasiswa tidak mengaitkan kegiatannya dengan nama kampus.
"Ironisnya, di tengah-tengah situasi yang memanggil warga akademi untuk bersuara, watak anti-intelektual dan anti demokrasi malah ditunjukkan oleh birokrasi universitas," kata Andina, beberapa waktu lalu.
Baca Juga : Asal Tahu Saja Demo Bukan Cuma Milik Mahasiswa Pergerakan
Kampus memang punya wewenang membuat keputusan men-drop out orang. Tetapi, benar atau tidaknya penggunaan wewenang itu bisa diuji di pengadilan tata usaha negara. Dalam kasus tertentu, kampus juga dapat dibawa ke ranah pengadilan perdata.
Universitas 17 Agustus 1945 pada 2014, misalnya, pernah masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Sejumlah mahasiswa kampus tersebut menggugat kampus karena Surat Keputusan Rektor Untag Nomor: 03/SK-REK/SM/II/2014 tertanggal 3 Februari 2014 tentang Penerapan Sanksi Akademis Bagi Mahasiswa Fakultas ISIP Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
SK itu muncul terkait sanksi akademis kepada para penggugat. Pihak kampus memberi sanksi kepada mereka berupa pemberhentian permanen dan pemberhentian sementara karena kegiatan unjuk rasa.