Babak Baru Koalisi Milisi Kurdi-Suriah Melawan Turki

| 15 Oct 2019 17:05
Babak Baru Koalisi Milisi Kurdi-Suriah Melawan Turki
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta, era.id - Sejak penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Tanah Suriah, keadaan berubah secara signifikan. Kawan bisa menjadi lawan, ataupun sebaliknya. Seperti milisi Kurdi dengan tentara Suriah pimpinan Presiden Bashar Al-Assad yang kini berkoalisi dalam membendung operasi militer Turki.

Kemarin, tentara Suriah akhirnya kembali memasuki wilayah yang tak dikuasainya, setelah Damaskus membuat pakta dengan Pasukan Demokrasi Suriah (SDF) pimpinan Kurdi untuk menghadapi kampanye militer Turki dalam membentuk kembali aliansi di Suriah.

Rusia memerankan peran mediasi dalam pembincaraan antara Kurdi dan rezim Assad. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menganggap ini sebagai satu-satunya jalan menuju terciptanya situasi yang berkelanjutan dan stabil.

Kesepakatan ini memungkinkan Suriah untuk mengerahkan pasukannya di sepanjang wilayah perbatasan yang dikuasi oleh pasukan Kurdi demi mengusir agresi Turki. Pakta yang diteken pada Minggu (13/10), mengubah pasukan Kurdi yang dulu menjadi sekutu penting AS dalam melawan negara Islam. Kini berbalik arah menjadi lebih dekat dengan Rusia dan Iran usai Washington menarik pasukannya dari Suriah Timur.

"Untuk pertama kalinya sejak 2013, pemerintah (Suriah) kembali ke timur laut. Mereka masuk. Tak ada pertarungan. Mereka diundang," ujar Zeina Khodr dari Al Jazeera yang berada di perbatasan Turki-Suriah.

Baca Juga: Melihat Rekam Invasi Turki di Tanah Suriah

Sebagai informasi, pada 2012 tentara Suriah pimpinan al-Assad menarik diri dari wilayah timur laut untuk memerangi pemberontakan di wilayah lain, dan membiarkan pasukan Kurdi mengambil kendali. Meski tak setuju dengan upaya Kurdi memerintah, namun Assad tak pernah berusaha merubat kembali wilayahnya. Terutama setelah Kurdi menjadi sekutu penting AS dalam menumpas Negara Islam atau ISIS.

Selain sebagai mitra dalam upaya melawan ISIS, Kurdi juga berperan sangat penting bagi AS dalam membatasi pengaruh saingannya Rusia dan Iran, serta turut menjaga pengaruhnya di lapangan.

Perjanjian ini juga memungkinkan Presiden Suriah Bashar Al-Assad untuk memperluas kendali ke wilayah yang diduduki AS. Sebagai bagian dari kesepakatan dengan rezim Assad, militer Suriah akan memposisikan diri untuk mencegah serangan pimpinan Turki dari ekspansi ke seluruh Suriah utara, menurut SDF dikutip Wall Street Journal, Selasa (15/10/2019).

Kendati begitu, kepala SDF Mazloum Abdi mengakui kepada majalah Foreign Policy, bahwa akan ada kompromi yang menyakitkan dengan pemerintah Presiden Assad dan sekutu Rusia. "Kami tak percaya janji mereka. Sulit mengetahui siapa yang harus dipercaya. Tetapi jika kita harus memilih antara kompromi dan mencegah genosida rakyat, kita memilih yang terbaik demi kehidupan rakyat."

Di sisi lain, Menteri Pertahanan AS Mark Esper memahami, penarikan mundur pasukan Amerika dari wilayah Kurdi Suriah pasti akan memicu SDF untuk mencari kesepakatan dengan pemerintah Suriah dan Rusia demi melawan serangan Turki.

Menanti sanksi untuk Turki

Operasi militer yang dilakukan Turki membawa ketegangan baru antara anggota Organisasi Perjanjian Atlantik Utara. Masifnya serangan Turki membuat dunia mengecam tindakan yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan. Menanggapi hal ini, Erdogan mengatakan kegagalan masyarakat internasional untuk membantu Turki menangani jutaan pengungsi telah menyulut operasi perdamian di bagian timur laut Suriah.

Dalam satu artikel yang dikirim ke Wall Street Journal. Ia menambahkan dunia tak mengacuhkan peringatan yang berulangkali disampai Turki mengenai ketidak-mampuannya untuk menanggulangi masalah perawatan lebih dari 3,6 juta pengungsi Suriah tanpa dukungan internasional. Meski dikecam, Erdogan bersikeras mengatakan negaranya tak akan mengendurkan serangannya dan menambahkan bahwa operasi akan dilanjutkan hingga kemenangan akhir tercapai, demikian dikutip BBC.

Baca Juga: Serangan Udara Turki ke Suriah Tewaskan 14 Orang

Akibat invasi militer ini, Turki menerima sanksi dari dunia. Negara-negara di Uni Eropa berkomitmen untuk menangguhkan ekspor senjata ke Turki, tapi hal itu tak jadi diterapkan di seluruh Uni Eropa karena Ankara mengancam akan meninjau ulang kerjasamanya dengan UE karena sikap organisasi yang bias dan melanggar hukum. 

Sementara itu, pemerintah Amerika akhirnya buka suara soal sanksi untuk Turki. Hari ini, dalam konferensi pers di Washington DC, lewat Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, pemerintah AS telah menjatuhkan sanksi untuk dua kementerian dan tiga pejabat senior pemerintah Turki. Ia juga mengatakan sanksi-sanksi yang diberikan sangat kuat dan punya dampak berat terhadap ekonomi Turki.

"Aksi pemerintah Turki membahayakan warga sipil tak berdosa, mendetabilisasi kawasan, termasuk melemahkan kampanye mengalahkan ISIS," demikian bunyi pernyataan Kementerian Keuangan AS.

Perintah eksekutif memberi wewenang kepada menteri keuangan untuk memberi sanksi kepada para pejabat Turki sebagai respon dari operasi yang mengancam perdamaian, keamanan, stabilitas, atau integritas wilayah Suriah. Sebelumnya, Trump mengatakan dia sepenuhnya siap untuk dengan cepat menghancurkan perekonomian Turki jika para pemimpin Turki terus menempuh jalan berbahaya dan merusak ini.

Rekomendasi