Jakarta, era.id - Rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menata pedagang kaki lima (PKL) untuk menempati sejumlah trotoar, dianggap melanggar aturan. Sebab, itu dinilai menyalahi fungsi trotoar sebagai sarana pejalan kaki.
Anies lebih memilih berpegang kepada Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasaranan dan Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, dari pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Padahal, UU LLAJ, melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi trotoar sebagai salah satu perlengkapan jalan. Tetapi Anies tak mau membahas soal regulasi UU LLAJ itu. Pokoknya, Anies yakin rencana penataan PKL di trotoar yang sedang digodok Pemprov DKI tak akan mengganggu pejalan kaki.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini bilang, Pemprov tak akan menggunakan satu aturan untuk seluruh trotoar. Nantinya, ada perbedaan waktu penempatan tiap lokasi. "Jadi, nanti kita akan atur penggunaan trotoar itu berbeda-beda di tiap lokasi dan akan dibuat secara spesifik untuk pejalan kaki. Nanti tidak ada rumus yang sama untuk semua lokasi dan semua jam," kata Anies di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2019).
"Karena, ketika berbicara trotoar, bayangannya bisa trotoar di jalan apa, jam berapa. Sementara trotoar itu diaturnya ada lokasinya, ada waktunya," lanjutnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio memandang, Anies menggunakan metode post-truth dalam mengambil keputusan dalam penataan trotoar. Artinya, kondisi di mana fakta tak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik, dibanding emosi dan keyakinan personal.
Baca Juga : Segala Post Truth dalam Kebijakan Anies di DKI
Kesalahan yang dinarasikan berulang-ulang, pada akhirnya akan diyakini publik sebagai kebenaran. Begitu kira-kira gambaran post-truth dalam hal ini.
"Anies itu pakai metode post-truth. Dia enggak mikir aturan seperti apa. Tabrak saja aturannya. Menurut dia, yang penting bermanfaat bagi masyarakat. Dibikin keperluannya, lalu aturannya tinggal direvisi," kata Agus.
Pengamat tata kota, Nirwono Yoga mengatakan, alih-alih melakukan pembenahan, Anies justru menabrak aturan UU LLAJ dengan berpegang kepada Peraturan Menteri PUPR. Padahal, Anies mestinya mengikuti aturan yang kedudukannya lebih tinggi, yaitu UU.
Dengan begitu, keputusan Anies mencari celah aturan lain justru menimbulkan polemik baru. "Menurut UU yang paling tinggi itu harus dikembalikan fungsinya untuk pejalan kaki, bukan malah mencari celah dengan melakukan negoisasi penempatan trotoar," kata dia.