Laporan itu pun telah terdaftar dengan nomor STPL/44/X/REN.4.1.1/2019/Subbagyanduan, pada Senin (14/10), dengan Gusti sebagai pelapor dan Yoverly dijadikan saksi atas dugaan penganiyaan tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, pelaporan seperti itu merupakan hak seluruh warga negara jika merasa dirugikan atas tindakan pihak kepolisian.
Namun, untuk memproses kasus itu, perlu menunggu perkembangan lebih lanjut. Sebab, perkara itu sepenuhnya berada di pihak Bidang Propam.
"Untuk tindak lanjutnya (Dugan Kekerasan Polisi) itu kewenangan dari Propam ya," ucap Argo saat dikonfirmasi, Rabu (16/10/2019).
Dugaan tindak kekerasan itu bermula ketika kedua mahasiswa itu diteriaki oleh oknum polisi di kawasan JCC dan meminta Gusti dan Yoverly untuk berhenti saat berlari. Mereka berada di sekitar lokasi lantaran berusaha menyelamatkan diri dari tembakan gas air mata.
Oknum polisi itu mengancam akan menembak kaki keduanya jika tak mengindahkan perintahnya itu. Kedua mahasiswa itu pun berhenti dan menuruti keinginan dari oknum polisi itu.
Akan tetapi, setelah keduanya berhenti, polisi itu justru memanggil rekan-rekannya yang kemudian langsung memukuli Gusti dan Yoverly hingga babak belur.
Akibat dari pemukulan itu, keduanya mengalami luka-luka. Bahkan, Gusti mendapatkan luka serius dan dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL), Bendungan Hilir, Jakarta Pusat untuk perawatan.
Sedangkan, Yoverly hanya dibawa ke Biddokkes Polda Metro Jaya untuk mendapat perawatan medis. Meski demikian, tidak kekerasan kembali terjadi pada saat Yoverly menjalani perawatan di sana.
"Sedangkan Verly pengobatannya ditangani di Polda Metro dan disitu ia masih dapat tindakan represif," kata anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Krisnadwipayana, Hafid.