Namun tampaknya, Jokowi Effect lima tahun lalu, tak akan terjadi lagi. Bahkan, pasar saham sempat bereaksi negatif. Di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tipis 0,05 persen ke level 6.222,70.
Lalu apakah Jokowi Effect sudah tidak ada lagi, sehingga respon pasar demikian? Pengamat Ekonomi Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, respon para pelaku pasar yang demikian karena tidak ada surprise dari Kabinet Indonesia Maju.
“Ya pertama memang dibuatnya enggak ada surprise (pengumuman kabinet). Jadi kan dipanggil satu-satu tidak seperti presiden sebelum-sebelumnya. Jadi kalau presiden sebelumnya kan langsung diumumkan. Bahkan (zaman) Soeharto ditelepon langsung diumumkan,” kata David dalam sambungan telepon, Rabu (23/10).
Menurut Davi, hal yang berbeda atau respon baik akan diberikan para pelaku pasar apabila pengumuman kabinet itu dilakukan dengan surprise. Semisal pos ekonomi sudah diumumkan sebelumnya, maka pelaku pasar akan memberikan respon yang berbeda.
“Jadi faktor surprise nya sudah engga ada, karena sudah di-sounding sebelumnya. Seperti (pos-pos) yang penting-penting, menteri keuangan siapa (sudah tahu),” kata dia.
Terkait situasi pasar saham yang terkoreksi, menurut dia, hal ini memang pelaku pasar masih mencerna susunan kabinet yang baru tersebut dan perlu waktu melihat kinerja menteri baru ke depan. “Jadi langkah strategis apa yang akan dilakukan para menteri itu,” ujar dia.
Sementara Ekonom dari Bank Permata, Josua Pardede tak begitu menganggap masalah pudarnya Jokowi Effect terhadap situasi pasar yang belakangan ini sedang berubah-ubah. Hal ini lebih dikarenakan komposisi menteri dalam kabinet baru yang masih sama dan banyak dipertahankan.
“Saya pikir wajar namanya incumbent, tidak sesignifikan 2014. Jokowi Effect juga tidak terlalu signifikan,” kata dia.
Selain itu, kata dia, kondisi global saat ini juga berbeda dengan periode pertama di tahun 2014 . Di mana perang dagang menghantui perekonomian dunia,
“Perang dagang AS-China masih berlanjut. Ketidakpastian Brexit juga masih berlanjut. Mungkin karena situasi global tidak sama, maka Jokowi Effect juga tidak sesignifikan tahun 2014,” tutupnya.