Aistetia, aktivis perempuan dari Aliansi Pantura Bergoyang, memandang penangkapan perempuan pekerja seks yang sedang bersama dua anaknya ini merupakan bentuk tindakan kesewenang-wenangan Kepala Satpol PP Berlian Aji beserta timnya. Apalagi perempuan dengan dua anak balita itu sedang tidak bekerja.
“Pekerja seks yang tidak sedang bekerja dan membawa anak balita berumur 2 dan 4 tahun itu dibawa ke Dinas Sosial untuk dilakukan pendataan dan rehabilitasi, yang menurut Berlian setelahnya mereka dapat menjalani hidup layak,” kata Aistetia melalui keterangan tertulis kepada era.id, Jumat (25/10/19).
Aistetia menuturkan, razia itu berlangsung kemarin sekitar pukul 01.00 WIB. Satpol PP tiba-tiba melakukan razia di komplek lokalisasi Peleman. Komplek Peleman, sebenarnya telah ditutup Pemerintah setempat sejak 2017. Tapi Kasatpol Berlian Aji mengklaim ada laporan warga yang menyebut bekas lokalisasi itu masih berpenghuni, sehingga razia itu terjadi.
Satpol PP menangkap lima PSK dan dua anak balita. Lima PSK itu berinisial KS (23), NS (28), C (35), NK (29), dan AC (25) warga Desa Kertayasa, Kecamatan Kramat. C adalah ibu pemilik dua anak itu.
Menurut Aistetia, tindakan Satpol PP Kabupaten Tegal tersebut tidak sesuai aturan. Berdasarkan pasal 20 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pemerintah Daerah adalah salah satu actor yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.
“Dilibatkannya anak balita dalam operasi razia tersebut menunjukan bahwa pemerintah tidak memberikan anak tersebut jaminan keselamatan baik fisik, mental,” kata dia.
Penangkapan sewenang-wenang terhadap perempuan dan anak balita ini, menurut Aistetia, juga tanpa melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Padahal, DP3AP2KB adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang menyelenggarakan perlindungan dalam mencegah dan menangani permasalahan terhadap anak. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Baca Juga : Mengetahui Masalah yang Bikin Indekos Sleep Box Disegel
Dampak penutupan lokalisasi tersebut, menurut Aistetia, sebenarnya telah menyisakan kemiskinan, yang membuat PSK kehilangan pekerjaan. Kompensasi sesaat berupa uang oleh pemerintah, nyatanya tidak dapat menjadi solusi pengentasan.
“Ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan membuat PSK tidak mempunyai pilihan lain. Walhasil, kesenjangan ekonomi dan sosial warga di bekas lokalisasi Peleman semakin tajam. Pemerintah masih menganggap prostitusi hanya masalah moral,” kata dia.
Aliansi Pantura Bergoyang, kata Aistetia, bakal memberikan pendampingan hukum kepada para PSK yang terjaring razia, khususnya untuk ibu pemilik dua balita. Mereka berencana membawa kasus ini ke ranah pidana dan perdata dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum.
Sebelumnya, Kasatpol PP Berlian Adji sempat mengatakan, dua balita yang ikut terjaring razia PSK oleh Satpol PP itu menjadi tanggungan Dinas Sosial. Sementara untuk para PSK, dia menganggap rehabilitasi dari Pemerintah Daerah bisa membuat mereka hidup layak.
"Khusus dua anak balita yang masing-masing masih berumur 2 dan 4 tahun itu langsung menjadi tanggungan Dinsos. Mudah-mudahan selepas menjalani rehabilitasi, mereka bisa hidup layak seperti masyarakat kebanyakan," kata dia, kemarin, dilansir dari tribunnews.com.