Waktu itu, mereka membakar Rafi hidup-hidup. Sebab, Rafi telah membuat laporan polisi tentang pelecehan seksual yang dilakukan Kepala Sekolah kepada dirinya.
Kasus itu kemudian menjadi isu besar di sana. Dilansir dari bbc.com, persidangan kasus Rafi bahkan terhitung cepat. Aparat penegak hukum di sana memperlakukan perkara Rafi tidak seperti perkara pembunuhan lainnya. Biasanya, perkara pembunuhan memakan waktu bertahun-tahun.
Jaksa di Pengadilan Bangladesh Hafez Ahmed menegaskan usai persidangan, tidak ada seorang pun yang bisa lolos dari kasus pembunuhan. Negara itu memiliki aturan dan konsekuensi yang tegas untuk para pembunuh.
"Tidak seorang pun akan lolos dari pembunuhan di Bangladesh," kata dia.
Pengacara para terpidana tak puas dengan keputusan Pengadilan Bangladesh. Dia menyatakan bakal mengajukan banding.
Sedangkan kesedihan terus melanda Ibu Rafi, Shirin Akhtar. "Saya tidak bisa melupakan kejadian itu," katanya kepada Reuters sambil berlinang air mata. "Aku masih merasakan rasa sakit yang dia rasakan."
Baca Juga : Hukuman Mati yang Kini Mulai Ditinggalkan
16 orang yang mendapat vonis mati itu salah satunya adalah Kepala Sekolah Sonagazi Islamia Senior Fazil Madrasah, Siraj Ud Doula. 15 lainnya adalah orang-orang suruhan Doula, dari staf administrasi sekolah, guru, sampai murid yang terlibat dalam pengeroyokan terhadap Rafi.
Para pembunuh melakukan tindakan sadisnya terhadap Rafi di atap sekolah. Saat itu, mereka menyiram Rafi dengan minyak tanah lalu membakarnya. Mereka meminta Rafi mencabut laporan polisi tentang kasus pelecehan seksual yang menjerat si Kepala Sekolah, tapi Rafi enggan.
Kasus ini membawa pengaruh besar di Bangladesh. Setelah kejadian nahas yang menimpa Rafi, pemerintah memerintahkan seluruh sekolah membentuk komite untuk mencegah kekerasan seksual.