"Kuncinya adalah yang saya tugaskan kepada Propam dan Irwasum, cek apakah konflik itu terjadi tanpa ada informasi intelijen, baik dari jajaran intelijen maupun Binmas kepada para kepala satuan, Kapolres atau Kapolda," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Rabu (24/1/2018).
Tito menegaskan akan mencopot jajarannya dari level Binmas hingga Polda jika tidak melaksanakan instruksi untuk mencegah terjadinya konflik atau gangguan keamanan selama Pilkada 2018.
Ancaman pencopotan, lanjut Tito, sangat beralasan karena dampak konflik bisa membesar. Respons cepat atas informasi intelejen menjadi kunci pencegahan konflik.
"Tapi kalau feeding intelijen sudah diberikan. Sudah disampaikan bahwa akan terjadi potensi konflik. Akan meledak. Dan disampaikan ke Kapolda (tetapi) Kapolda tidak melakukan reaksi atau respons yang tepat untuk menangani itu dengan segenap sumber dayanya, Kapoldanya saya copot, Kapolresnya copot," lanjut Tito.
Sehari sebelumnya, Selasa (23/1), Presiden Joko Widodo mengadakan rapat pimpinan (rapim) dengan TNI dan Polri. Salah satu pembahasan rapim terkait sinergitas TNI-Polri menghadapi tahun politik Pilkada 2018, dan Pemilu 2019.
Terkait pemetaan potensi kerawanan konflik Pilkada 2018, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah merilis indikator kerawan konflik di daerah, seperti netralitas penyelenggara, politik uang dan ancaman munculnya SARA serta ujaran kebencian.
Dari jangkauan Pilkada 2018 mencapai 171 daerah, 17 provinsi, 39 kota, dan 114 kabupaten, tiga provinsi didata Bawaslu memiliki tingkat kerawanan tertinggi. Adapun tiga provinsi itu adalah Papua, Maluku, dan Kalimantan Barat. Sementara tiga kabupaten dengan tingkat kerawanan tertinggi berada di Papua, yakni Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, dan Kabupaten Jayawijaya.