DPR Pertanyakan Penerapan SP3 Oleh KPK

| 27 Nov 2019 15:25
DPR Pertanyakan Penerapan SP3 Oleh KPK
Kompleks MPR/DPR (Irfan/era.id)
Jakarta, era.id - Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelum masa masa jabatan para pimpinan KPK berakhir pada 20 Desember 2019 mendatang.

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa mengatakan pihaknya akan banyak meminta penjelasan lembaga anti rasuah itu terkait dengan perkara-perkara apa saja yang belum dan sudah diselesaikan oleh pimpinan lembaga anti korupsi periode saat ini.

"Kita akan bertanya mana-mana yang sudah diselesaikan, mana yang belum dari periode pertama, berdiri KPK akan kita evaluasi. yang kedua selama mereka sekian tahun ini Jadi pimpinan KPK perkara-perkara mana yang belum terselesaikan," ujar Desmond di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Menurut Desmond, salah satu masalah yang belum terselesaikan adalah kasus yang berkaitan dengan penerapan Surat Penghentian Penyidikan Penyidikan (SP3) sesuai Undang-Undang KPK yang baru.

Dengan demikian, Komisi hukum DPR akan mempertanyakan tolok ukur suatu kasus bisa diberikan SP3 oleh KPK. Desmond mencontohkan salah satu perkara lama yang belum selesai adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

"Kenapa (belum selesai)? Ini kurang bukti enggak? Ini kan berkaitan SP3, ya karena bicara SP3 ini berdampak lain, berdampak lain, jangan-jangan SP3 ini jadi kayak ATM baru kelembagaan ini," katanya.

Menurut politisi Gerindra ini, kasus tersebut akan berdampak pada dikeluarkannya SP3. Namun, ia tak ingin SP3 disalah gunakan KPK.

Oleh karena itu, Komisi III akan meminta masukan tentang SP3 kepada pimpinan KPK. Sebab, kata dia, para pimpinan KPK periode ini tidak setuju adanya SP3.

"Kira-kira parameternya apa ketika memberikan SP3, kan prinsip dasar pimpinan KPK sekarang dan masyarakat sipil tidak mau ada SP3 ini, kan harus dipertanyakan," kata dia.

Polemik SP3 di revisi UU KPK

Kewenangan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Penyidikan (SP3) dalam revisi undang-undang KPK yang telah disahkan beberapa waktu lalu sempat menjadi polemik. Pasalnya, hal ini dinilai membatasi KPK dalam menangani suatu perkara tindak pidana korupsi.

Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU KPK, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Kemudian Pasal 40 ayat (2) menyatakan, penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu terhitung sejak dikeluarkannya SP3.

Selain itu KPK juga wajib mengumumkan SP3 kepada publik. Sementara penghentian penyidikan dan penuntutan dapat dicabut oleh pimpinan KPK apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan SP3 atau berdasarkan putusan praperadilan.

Kewenangan menerbitkan SP3 di KPK ini berbeda dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Di kedua lembaga itu, kewenangan SP3 tidak dibatasi waktu. Pembatasan hanya berdasarkan kedaluwarsa perkara sesuai ancaman hukuman.

Berdasarkan putusan MK, ketiadaan kewenangan SP3 tidak melanggar HAM. Justru, KPK lebih dituntut berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Ketiadaan kewenangan KPK juga dinilai bisa menutup celah makelar kasus.

Tags : kpk
Rekomendasi