Mereka adalah Srikandi Pemadam yang dimiliki oleh Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB) Kota Bandung. Tim 'superwoman' itu memang bertugas sebagai garda terdepan memadamkan api.
"Semua pekerjaan memiliki risiko ya, tapi kita risiko cederanya lebih tinggi. Ya kita lillahi ta’ala saja ya, ini kan nolong orang. Karena cedera itu tidak hanya di tempat yang berisiko saja, kita lagi jalan saja bisa saja celaka," ujar Ketua tim Srikandi Pemadam, Ratika Yuli Puspika di Kantor DKPB, Jalan Sukabumi, Kamis (9/1/2020).
Ratika menjelaskan tugas kemanusiaannya itu dilakukan selama delapan jam dalam rentang waktu lima hari kerja. Tujuh perempuan tersebut, lanjut Ratika, bernaung di Bidang Kesiapsiagaan Operasi Pemadam dan Penyelamat (KOPP) DKPB Kota Bandung.
Mereka juga telah dibekali berbagai keahlian di antaranya memadamkan api, evakuasi, pertolongan pertama, mengoperasikan sepeda motor, hingga mengendarai truk pemadam. Selain Ratika, perempuan serba bisa lainya yang bertugas adalah Winneke, Euis Rati, Pipit Ariyanti, dan Risma Boris.
"Tadinya itu banyak ada 35 orang, tapi delapan orang mereka ada di UPT, sisanya ada di sini. Yang sering kelapangan itu kita yang di KOPP, sebetulnya ada tujuh orang tapi yang satu lagi hamil dan satu lagi cuti," jelas Ratika.
Tak hanya punya keahlian dalam bidang kebencanaan, mereka juga piawai dalam menyalurkan logistik, mengoperasikan kamera untuk kebutuhan dokumentasi (fotografi), trauma healing, hingga melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Seluruh keahlian itu diperoleh saat menjalani pendidikan dasar masuk DKPB.
"Kebetulan kalau di lokasi kita lebih ke peyuluhannya ya. Bisa dibilang marah-marah kalau di lokasi, apalagi kalau misalnya lokasinya sempit terus banyak orang, kan kita petugas juga susah untuk geraknya. Tapi memang wajar ya warga, suka pingin lihat. Kita kadang emosi dikit," kata Ratika.
Jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, anggota srikandi kebanyakan tak punya pendidikan yang sesuai dengan tugasnya sekarang. Contohnya Ratika yang merupakan sarjana komunikasi jurusan jurnalistik. Sama halnya dengan empat perempuan lainnya. Winneke lulusan ilmu komunikasi, Euis lulusan studi perhotelan, Pipit dan Risma lulusan SMK perhotelan.
"Awalnya sih hanya ngisi kekosongan saja, sampai dapat kerja di tempat lain. Tetapi kemudian ditempatkan di bagian administrasi. Kebetulan administrasinya bidang operasional penanggulangan kebakaran. Nah dari situ saya suka ikut ke lokasi," terang Ratika.
Kepada era.id, Ratika mengenang saat pertama kali terjun ke lapangan untuk memadamkan api. Saat itu, kata dia, jangankan untuk mendekati titik api, turun dari mobil pemadam pun dia tak punya cukup nyali. Sebab, hawa panas begitu terasa di lokasi kebakaran.
Namun lambat laun rasa takut itu pun sirna. Ratika mulai merasakan kenyamanan menolong orang yang tertimpa musibah. "Lama-lama kok jadi seneng aja. Jadi bawaannya mah sudah panggilan hati. Jadi waktu ada tawaran dari sini (DKPB) ya diambil. Dan sekarang 13 tahun sudah bertugas," papar Ratika.
Ilustrasi (David Mark dari Pixabay)
Kepala Bidang Kesiapsiagaan Operasi Pemadaman dan Penyelamatan DKPB Kota Bandung Kurnia Saputra mengatakan, awalnya keberadaan perempuan di dinas kebakaran hanya sebatas upaya kesetaraan gender dalam dunia kerja --srikandi pemadam hadir sejak tahun 2017.
Namun belakangan, kehadiran tim pemadam kebakaran perempuan dianggap langkah tepat, karena selama ini korban kebakaran paling banyak adalah perempuan dan anak-anak. "Mereka siap kapan pun dibutuhkan di lokasi kebakaran. Bahkan, srikandi pemadam kita juga ada yang dilatih mengendarai truk tangki," ujar Kurnia.
Selain pemadaman api, para srikandi ini juga turut bekerja dalam menanggulangi bencana hingga penyelamatan manusia dan hewan. Mereka telah digembleng dengan keras melalui berbagai pelatihan.
"Untuk srikandi pemadam ini kerjanya 8 jam sehari, lima hari dalam seminggu. Mereka memang berbeda untuk jam kerja, kalau laki-laki kerjanya 24 jam dan liburnya dua hari," kata Kurnia.