Jeritan Pengelola Mal Respon Kebijakan Anies Soal Kantong Belanja Ramah Lingkungan

| 11 Jan 2020 06:00
Jeritan Pengelola Mal Respon Kebijakan Anies Soal Kantong Belanja Ramah Lingkungan
Pusat perbelanjaan Plaza Indonesia (Foto: Irfan/era.id)
Jakarta, era.id - Peraturan Gubernur tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan di pusat-pusat perbelanjaan akan segera efektif. Mungkin Gubernur DKI Anies Baswedan perlu tahu kalau peraturan itu akan menambah beban para pelaku bisnis.

"Lihat saja, dalam beberapa tahun terakhir jumlah mal di Jakarta tidak bertambah, tidak ada ekspansi. Artinya, bisnis pusat perbelanjaan sedang lesu," ujar Ketua Umum sosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Stefanus Ridwan seperti dilansir dari Antara, Jumat (10/1/2020).

Masalahnya, sebelum ada aturan itu, sudah ada peraturan juga yang bikin pengeluaran para pengelola mal jadi bertambah. Salah satu contohnya, kata Stefanus, adalah Perda No.2 Tahun 2018 tentang Perpasaran.

"Kita harus sediakan ruang usaha sebesar 20 persen ke UMKM diberikan secara gratis. Pengelola mal menanggung biaya 20 persen itu," lanjut Stefanus.

Bagi Stefanus, aturan-aturan seperti itu justru memberi tahu kalau pemerintah daerah tak mampu mengatasi masalah yang kemudian dibebankan ke pelaku bisnis pusat perbelanjaan.

"Semua beban itu diserahkan ke mal," ucapnya.

Lagipula, ada yang salah dari Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019. Pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan/atau pasar rakyat yang melanggar akan dikenakan sanksi tertulis, uang paksa hingga pencabutan izin. Padahal mereka tidak pernah berjualan. Selama ini bisnisnya adalah menyediakan tempat.

"Kita menyediakan tempat, tidak jualan, tidak pakai kantong plastik. Ada denda, pencabutan izin usaha, padahal pusat belanja menyerap tenaga kerja yang cukup banyak," katanya.

Stefanus sadar kalau keluhannya ini bisa jadi bumerang karena dianggap tidak pro lingkungan. Padahal para pengelola mal bukannya diam saja untuk membuat gerakan menjaga lingkungan.

"Kita juga punya gerakan-gerakan mengenai lingkungan hidup. Tapi jangan tanggung jawab beralih ke kita," lanjutnya.

Sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 22 hingga 29, yang berisikan tingkatan sanksi-sanksi yang disebutkan oleh Andono Warih. Terkait uang paksa yang termasuk dalam denda, pada pasal 24 tertulis denda minimum sebesar Rp5.000.000 dan denda maksimum sebesar Rp25.000.000. Meski demikian terjadi larangan, ada sedikit pengecualian terhadap kantong kemasan plastik sekali pakai yang masih diperbolehkan untuk mewadahi bahan pangan yang belum terselubung kemasan apapun.

Rekomendasi