Terbaru, Wali Kota Depok KH Mohammad Idris Abdusshomad kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial. Dia mengeluarkan imbauan untuk merazia aktivitas kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) serta pembentukan crisis center khusus korban terdampak LGBT pada 10 Januari 2019.
Sontak kebijakan itu langsung menuai reaksi dari Komnas HAM yang menilai hal itu sebagai upaya diskriminatif. Komnas HAM juga telah melayangkan surat kepada Wali Kota Depok untuk meminta pembatalan kebijakan serta permintaan perlindungan bagi kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender tersebut.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Koordinator Subkomisi Pemajuan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Komnas HAM menyatakan imbauan tersebut bertentangan dengan dasar negara Republik Indonesia, UUD 1945, yakni Pasal 28G (1) yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi."
Terlebih Pasal 28I (2) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit, "Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu."
Instrumen HAM lainnya yang menjamin pemenuhan hak atas kebebasan ialah Pasal 33 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.”
Imbauan tersebut juga mencederai Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik Pasal 17 yang menyatakan "Tidak boleh seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalah-masalah pribadinya, keluarganya, rumah atau hubungan surat-menyuratnya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya."
Hal lain yang dicermati oleh Komnas HAM, terkait kewajiban lembaga negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia semua warga negara termasuk kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender.