Menurut Nurul, ketentuan tersebut berbau diskriminasi. Menurutnya, ketentuan ini membuat partai politik (parpol) seakan terpaksa melibatkan wanita di dalam kepengurusan partai.
Tak hanya itu, ia menilai kalau partai politik juga seakan terbebani dengan kewajiban adanya perempuan dalam partai. "Jelas kami bahagia ya bahwa Golkar lolos verifikasi faktual ini. Namun demikian, di sisi lain, kami sebagai perempuan juga prihatin, kami dijadikan tolak ukur standar demokrasi," ucap Nurul di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (29/1/2018).
Menurut Nurul, ada kecenderungan bahwa perempuan hanya dianggap sebagai pelengkap. Pasalnya, keterwakilan perempuan 30 persen bukan dijadikan angka minimum, melainkan sebagai angka mati. Di mana jumlah tersebut tidak boleh kurang dan tidak bisa lebih.
"Kalau sekarang kan terkesan terpaksa hanya untuk pemenuhan terhadap Undang-undang (UU), jadi tidak sepenuh hati, kalau bisa 30 persen tidak dijadikan stop sampai di situ, tapi biarkan 40 persen ya 40 jadi kita juga semangat," tutur Nurul.
Untuk itu ke depannya Nurul berharap agar keterwakilan perempuan dalam partai tidak hanya sekadar dijadikan pemenuhan syarat partai, akan tetapi lebih dilibatkan lagi dalam struktur kepengurusan.
Sebelumnya Golkar sudah dinyatakan lolos verifikasi faktual tingkat pusat yang dilakukan oleh KPU. Golkar dinyatakan lolos setelah memenuhi tiga syarat KPU, yakni pemenuhan data kepengurusan inti, kesesuaian domisili kantor pusat, dan keterwakilan 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai.