Penggrebekan dilakukan oleh tim Cybercrime Ditreskrimsus Polda Sumbar atas inisiatif Politikus Gerindra Andre Rosiade diduga dengan menjebak PSK beinisial N (26 tahun) lewat cara memesan kamar hotel, dan memesan PSK lewat aplikasi daring. Dari penggerebekan, diamankan barang bukti ponsel, uang Rp750.000 dan alat kontrasepsi.
Rupanya, Andre ngebet ingin membuktikan kalau di kota kelahirannya itu marak prostitusi online (daring).
"Saya bersama aparat kepolisian, membongkar kegiatan praktek prostitusi online di salah satu hotel di Kota Padang. Ini ke depan harus menjadi pelajaran dan bahan evaluasi bagi kita. Ini bukan PR polisi saja. Namun PR kita semua," cuit Andre dalam akun Twitternya pada 27 Januari.
Masalahnya, sang PSK mengaku merasa dijebak lantaran pelanggannya tiba-tiba hilang saat penggerebekan.
Tudingan kepada Andre atas penggerebekan settingan ini makin menguat setelah beredarnya struk reservasi 2 kamar hotel atas nama dirinya dan seseorang bernama Bimo yang diduga ajudan Andre. Namun anggota DPR itu membantah.
"Pertama saya enggak pernah pesan, tidak pernah atas nama saya pesan (kamar). Iya, saya tahu nama itu memang Bimo, tapi yang diributin namanya Andre Rosiade," kata Andre.
Komnas Perempuan pun angkat bicara. Tindakan Andre yang melakukan penggerebekan dengan cara menjebak PSK dinilai tidak cerdas dan tidak manusiawi.
"Menurut Komnas Perempuan ini cara-cara yang tidak cerdas dan tidak manusiawi. Melakukan penggerebekan terhadap perempuan yang dilacurkan itu," ujar Komisoner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad saat dihubungi era.id, Jumat (7/2/2020).
Fuad mengatakan, NN, dalam kasus ini merupakan korban dari sistem patriarki dalam konstruksi sosial sebagian besar masyarakat Indonesia, terlebih pada kasus yang menyangkut seksual.
Perempuan dalam konstruksi sosial di masyarakat kerap dituduh sebagai penyebab dari perbuatan asusila. Padahal, dalam kasus prostitusi, transaksi tidak akan terjadi tanpa persetujuan dari PSK dan pemesan.
"Ini kemudian perempuannya ditahan sementara yang melakukan transaksi tidak diketahui karena pergi. Ini sebuah ketidakadilan sistem," kata Fuad.
DPR Bukan Polisi Moral!
Lebih lanjut, Fuad juga menyoroti posisi Andre sebagai pejabat legislatif yang justru terjebak dalam konstruksi pemikiran patriarki. Lebih dari itu, Andre dinilai terlampau melenceng jauh dari tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat yang semestinya melindungi segenap warga negara termasuk melindungi dalam hal persoalan-persoalan yang menyangkut tindakan asusila.
Tak heran jika aksi heriok Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat ini justru menuai banyak hujatan. Alih-alih ingin memperbaiki moralitas, Andre malah bertindak sebagai polisi moral.
"Tidak semestinya sebagai pejabat negara dia berperilaku seperti masyrakat biasa yang tidak mengerti soal etika dan hukum,. Ini kan istilahnya menunjukan moralitas dengan menjatuhkan martabat orang lain, ini tdk etis. Kita harus melindungi perempuan sebagai korban," tambahnya.
Meski mengecam, Komnas Perempuan belum menentukan sikap apakah mereka akan melaporkan atau tidak perikalu Andre ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Fuad mengatakan pekan depan baru akan digelar paripurna untuk membahas masalah ini.
Bagaimana pun juga, kata Fuad, ada aspek-aspek yang harus dipertimbangkan oleh Komnas Perempuan sebelum mengambil keputusan. Khususnya aspek keamanan terhadap korban.
-
Nasional21 Aug 2024 21:00
Profil Andre Rosiade: Dari Pengusaha Sukses hingga Politikus
-
Afair10 Feb 2020 15:03
Episode Baru 'Drama' Penggerebekan PSK Padang