Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menegaskan, proses hukum di KPK tak akan terpengaruh oleh hal-hal lain, termasuk proses politik di ranah legislatif. Bagi KPK, hukum tetap panglima tertinggi yang tak boleh tunduk oleh apapun.
“Proses penanganan perkara saya kira jalan seperti biasa ya, karena aturan yang kita jadikan acuan adalah KUHAP, Undang-undang (UU) Tipikor dan UU KPK,” ungkap Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2018).
Karenanya, bila ada anggota DPR yang terlibat korupsi, maka lembaga antirasuah ini akan melakukan tindakan berdasar payung hukum yang berlaku.
Sebelumnya, nama Kahar disebut-sebut dalam kasus PON XVIII Riau tahun 2012. Kahar diduga terlibat dalam proses pengajuan ke DPR untuk peningkatan dan penambahan anggaran PON sebesar Rp290 miliar dari APBN Perubahan 2012.
Dalam kasus ini, KPK telah menangkap sejumlah pelaku. Beberapa di antara pelaku telah diputuskan bersalah dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, nama Kahar juga disebut dalam kasus dugaan suap penyusunan dan pengajuan anggaran satelit monitoring dan drone Badan Keamanan Laut (Bakamla) dari APBN Perubahan 2016 yang dibahas di DPR.
"Termasuk juga soal Bakamla misalnya. Kami sudah jauh lebih dalam saat ini mencermati beberapa fakta yang sudah muncul dengan terdakwa Nofel Hasan," ungkap Febri.
Terkait bantahan Kahar, Febri menyebut itu sebagai hal yang wajar. Masuk akal, sebab ungkapan lama pun menyebut, "Kalau maling ngaku, penjara penuh, bro!"
"Bagi KPK tentu kami tidak bergantung dengan bantahan karena ketika ada bantahan, kami sudah mempunyai bukti lain. Nah, yang menjadi persoalan apakah bukti itu cukup atau tidak. Proses lebih lanjut tentu perlu dicermati hati-hati," tutup Febri.
Kahar sendiri sebetulnya baru saja dilantik sebagai Ketua Komisi III DPR, menggantikan Bambang Soesatyo yang naik ke kursi Ketua DPR menggantikan Setya Novanto yang kini tengah menjalani rangkaian peradilan untuk korupsi e-KTP.