Laporan Novanto dan Kecemasan Publik

| 09 Nov 2017 11:09
Laporan Novanto dan Kecemasan Publik
Ilustrasi korupsi (pixabay.com)
Jakarta, era.id - Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, dilaporkan Sandi Kurniawan pada 9 Oktober 2017 ke kepolisian. Sandi merupakan anggota tim kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto yang tergabung dalam Yunadi and Associates.

Adapun Agus dan Saut dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan dasar terbitnya surat permintaan cegah ke luar negeri terhadap Novanto, dan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus dugaan korupsi pengadaan proyek KTP elektronik atau e-KTP.

Kedua pimpinan KPK itu dituduh menyalahgunakan wewenang karena menandatangani surat-surat tersebut. KPK menerbitkan surat-surat itu setelah status tersangka Novanto digugurkan berdasarkan putusan praperadilan dengan hakim Cepi Iskandar.

Pada Rabu (8/11/2017), kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, menunjukkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Agus dan Saut. SPDP itu diterbitkan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

"Yang kami laporkan adalah Saut Situmorang dan Agus Rahardjo," ungkap Fredrich, kepada awak media, di Gedung Bareskrim.

Fredrich menjelaskan, selain laporan ke Bareskrim, surat dimulainya penyidikan Agus dan Saut juga telah dikirim ke KPK.  

"Surat yang dimaksud, surat yang di imigrasi, dari sprindiknya, maupun SPDP-nya terkait Setya Novanto. Bukan hanya pencegahan, tapi semua surat banyak yang tidak benar," ungkap Fredrich.

Terkait laporan kuasa hukum Novanto, kepolisian sudah meminta keterangan enam saksi dan ahli dari bidang keilmuan bahasa, pidana, dan hukum tata negara. Gelar perkara juga sudah dilakukan dan status laporan naik ke penyidikan mulai 7 November 2017.

Setelah terbit SPDP Bareskrim untuk Agus dan Saut, spekulasi bermunculan akan terjadi lagi konfrontasi antara KPK dengan Polri, atau sering disebut sebagai "cicak vs buaya".

KPK sebagai lembaga antikorupsi suka tidak suka akan dihadapkan dengan kepolisian yang menindaklanjuti laporan dari kuasa hukum Novanto. Adapun Novanto kerap dikaitkan dengan kasus korupsi e-KTP.

Novanto yang saat ini menjabat Ketua Umum Partai Golkar, juga dikenal licin dan selalu berhasil menjauh dari pusara kasus hukum yang diduga berkaitan dengannya, seperti kasus cassie Bank Bali, impor beras, korupsi PON Riau, termasuk mega proyek e-KTP.

Adapun KPK, memikul besarnya harapan publik untuk penanganan kasus korupsi di Indonesia. Tapi ketika dua pimpinannya dituduh menyalahgunakan wewenang, tentu muncul kecemasan publik yang menduga-duga, apa benar pimpinan KPK menyalahgunakan wewenang, atau laporan itu dibuat sebagai bentuk serangan balik dari koruptor?

Mungkin benar ungkapan mantan Menteri Hukum dan Ham Amir Syamsyuddin yang disampaikan melalui akun twitternya, bahwa kecemasan masyarakat sangat bisa dipahami manakala idolanya nyaris dilumpuhkan koruptor.

 

Tags :
Rekomendasi