Kala Anggota Dewan Atur Urusan 'Dapur' dan 'Ranjang' Keluarga

| 19 Feb 2020 14:42
Kala Anggota Dewan Atur Urusan 'Dapur' dan 'Ranjang' Keluarga
Draf RUU Ketahanan Keluarga (IST)
Jakarta, era.id - Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga menjadi polemik karena dinilai terlalu mencampuri urusan rumah tangga warga negara.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bilang tidak ingin DPR menghasilkan undang-undang kontroversial di masyarakat sehingga menimbulkan kegaduhan.

"Kita juga tidak ada ingin ada UU yang kemudian nanti menuai kontroversial yang menurut beberapa kalangan ada beberapa hal yang perlu dicermati," ujar Dasco di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Dasco berjanji akan mencermati pembahasan RUU yang berisi 146 pasal dalam 15 bab ini di Baleg DPR. Dia berharap, dalam perjalanannya tidak akan jadi kontroversi. DPR juga akan menginventarisasi masalah untuk membahas pasal-pasal yang dianggap publik kontroversial.

Waketum Gerindra ini mengatakan RUU Ketahanan Keluarga merupakan usulan perseorangan anggota DPR lintas fraksi. "Usulan inikan pada periode yang lalu dan baru kemudian akan disinkronisasi sekarang. Dan ini akan kita sama-sama cermati dan sama-sama membuat daftar inventarisasi masalahnya," kata Dasco.

Ditemui terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengakui ada sejumlah pasal kontroversial dalam RUU tersebut. Salah satunya di pasal 25 tentang kewajiban suami dan istri. Meski demikian, dia menegaskan bahwa isi RUU Ketahanan Keluarga masih bisa diubah sebelum disahkan.

"Ada yang menimbulkan kontroversi saya tahu. Misalnya peran wanita, kewajiban istri. Nah itu lah yang kita pertemukan, itu kan baru usulannya si pengusul, belum tentu juga kemudian menjadi usulan dari pengusul itu yang akan kemudian menjadi 'bunyi' kalau UU disahkan," papar Arsul.

Selain Pasal 25, dalam RUU Ketahanan Keluarga juga memuat beberapa pasal kontroversial seperti Pasal 85 yang menyebutkan sebuah badan atau lembaga rehabilitasi yang diberi kewenangan wajib menangani krisis keluarga akibat penyimpangan seksual. Penanganan tersebut dilakukan dalam bentuk rehabilitasi sosial, psikologis, medis, atau bimbingan rohani. 

Sementara dalam penjelasannya menjabarkan bahwa setiap individu yang melakukan penyimpangan seksual atau keluarga yang anggotanya melakukan penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada lembaga-lembaga rehabilitasi tersebut.

Dan pasal 50 yang menyebutkan bahwa "Pemerintah pusat dan daerah wajib melindungi eksistensi keluarga dari "ancaman fisik" maupun "non fisik" sesuai dengan norma agama, etika sosial, dan ketentuan pertatuan perundang-undangan,".

"Ancaman fisik" yang dimaksud seperti penganiayaan, pembunuhan, pembantaian, pemerasan, perjudian, pornografi, narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, serta penyebaran penyakit.

Sedangkan 'ancaman non fisik" meliputi individualisme, sekulerisme, propaganda, pergaulan dan sex bebas, dan propaganda LGBT.

Adapun yang dimaksud dengan "penyimpangan seksual" dalam pasal 85 adalah adalah homoseks, incest, sadisme, dan masochisme.

RUU Ketahanan Keluarga ini sendiri sudah masuk dalam daftar Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. Saat ini, RUU tersebut sudah masuk tahap penyusunan dan harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Sementara pengusulnya ada lima orang anggota DPR lintas fraksi, yaitu Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Fraksi PKS, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Endang Maria Astuti dari Golkar, dan Ali Taher dari PAN.

Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mujahid menjelaskan, semangat RUU tersebut adalah untuk perlindungan keluarga dan ketahanan keluarga untuk manusia Indonesia yang berkualitas.

"Sedang dibahas di Baleg. Pendekatannya yaitu perlindungan keluarga, ketahanan keluarga, keluarga yang berkualitas," ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).

 

Tags : ketua dpr
Rekomendasi