Dilansir dari Antara, Kamis (5/3/2020) sertifikat tanah yang dicuri AF tertulis berlokasi di Cipete, Jakarta Selatan. Sertifikat tanah itu bernilai Rp60 miliar. Tapi digadaikan hanya senilai Rp3,7 miliar.
"Awal mulanya ada seseorang anak mencuri kunci brankas milik bapaknya untuk mengambil satu buah sertifikat tanah. Dia ini insialnya AF. Kami dalami, ternyata dia ketergantungan narkoba," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Yusri di Polda Metro Jaya, Rabu (4/3).
Yusri mengatakan kasus ini terjadi pada Oktober 2019. Kasus ini berhasil baru diungkap pada 15 Januari 2020.
Yusri menjelaskan kronologi pencurian sertifikat tanah tersebut berawal ketika AF memerintahkan stafnya, FT untuk membuat sertifikat palsu kepada seorang wanita. Tidak hanya itu, AF juga menyuruh FT membuat KTP palsu atas nama ayahnya.
Kemudian sertifikat palsu itu dikembali ke brankas milik ayahnya. Sedangkan sertifikat aslinya digadaikan.
"Sertifikat yang asli di-'bridging' ke notaris seharga Rp3,7 miliar, harga asli Rp60 miliar," ujar Yusri.
Demi melancarkan aksi gadai sertifikat tanah, AF lantas membayar seseorang untuk mengaku sebagai orang tuanya dengan KTP palsu untuk meyakinkan notaris dan mencairkan uangnya.
AF yang menggunakan uangnya untuk foya-foya dan membeli narkoba tentunya tidak memenuhi kewajiban gadainya hingga setelah beberapa bulan berlalu, datanglah pihak yang ingin mengeksekusi tanah tersebut dengan membawa sertifikat tanah yang telah digadaikan.
Pemilik tanah yang terkejut dengan hal itu langsung melaporkannya kepada Polda Metro Jaya dan perbuatan AF akhirnya terkuak kalau pencurinya adalah anaknya sendiri
"Anaknya minta tolong kepada jaringan mafia tanah, termasuk si perempuan yang sudah pernah melakukan pemalsuan sertifikat yang sama," kata Yusri.
Polisi kemudian menangkap ketujuh tersangka namun yang dihadirkan diekspos kasus hanya enam tersangka karena satu tersangka sedang sakit. Para tersangka itu berinisial AF, EN, Y, KS, AS dan SW.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 3, 4, 5 UU RI nomer 8 tahun 2010 tentang TPPU. Para tersangka terancam hukuman penjara di atas 5 tahun.