Penolakan Wacana Darurat Sipil Hingga Opini Pemerintah Otoriter

| 01 Apr 2020 14:35
Penolakan Wacana Darurat Sipil Hingga Opini Pemerintah Otoriter
Netray
Jakarta, era.id – Pemerintah sempat mengeluarkan wacana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang didampingi dengan kebijakan Darurat Sipil untuk mencegah penyebaran dan penularan virus korona atau COVID-19. 

Meskipun akhirnya Presiden RI Joko Widodo kembali merevisi bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk menghadapi penyebaran COVID-19 di Indonesia.

Namun, istilah ‘Darurat Sipil’ rupanya cukup menjadi perbincangan hangat di dunia maya, khususnya di platform Twitter pada tanggal 30 Maret 2020. Selain menjadi pertanyaan, istilah darurat sipil juga mendapat banyak kritikan dari beberapa pihak. 

Warganet Twitter pun ramai-ramai melambungkan tagar #TolakDaruratSipil untuk menyampaikan aspirasinya hingga menjadi trending. Demikian juag dengan opini ‘pemerintah otoriter’ pun kembali naik di Twitter.

Situs media monitoring Netray mencatat ada 53.000 cuitan lebih dengan total sebanyak 15.000 akun ikut terlibat dalam pembahasan politik ini. Adapun topik mengenai darurat sipil mulai ramai diperbincangkan oleh warganet antara pukul 13:00-14:00 WIB, tepatnya setelah setelah Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman menyampaikan kembali pernyataan Joko Widodo terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Darurat Sipil dalam cuitannya.

“Cuitan Fadjroel tersebut langsung ramai mendapat tanggapan dari warganet. Banyak warganet yang mempertanyakan istilah darurat sipil tersebut,” ujar peneliti Netray Winda Trilatifah, Rabu (1/4/2020).

Tetapi, Fadjroel langung menghapus dan merevisi cuitannya dengan menulis bahwa darurat sipil hanya akan diterapkan apabila keadaan memburuk. Namun, warganet tidak lantas berhenti bertanya. Kebingungan warganet terhadap istilah darurat sipil terus menggema di Twitter sehingga cuitan negatif menghiasi pembahasan topik ini hingga melonjak tajam pada pukul 21:00-22:00 WIB.

“Sebagian besar warganet tidak setuju dan mempertanyakan urgensi kebijakan tersebut. Warganet berpendapat bahwa ‘darurat sipil’ belum perlu diterapkan di Indonesia. Bahkan, beberapa warganet cukup tegas mengkritisi kebijakan tersebut sebagai upaya pemerintah untuk lari dari tanggung jawab dan kewajibannya terhadap rakyat dengan memperkuat kekuasaannya,” papar Winda.

Dari rangkuman kumpulan kosakata yang disaring Netray terdapat beberapa poin yang menjadi pembahasan warganet dalam menganggapi wacana penetapan kebijakan darurat sipil. Selain itu, kosakata yang  banyak muncul adalah karantina, negara, rakyat, wilayah, dan kekuasaan. Dalam pembahasan topik ini, warganet masih mempertimbangkan opsi karantina wilayah ketimbang darurat sipil. Warganet juga mempersoalkan keuntungan/kerugian bagi negara atau rakyat apabila kebijakan ‘darurat sipil’ tersebut diterapkan. Opini adanya pemanfaatan atau pemaksimalan ‘kekuasaan’ pun secara umum mengikuti pembahasan topik wacana darurat sipil di Twitter.

Total terdapat 30.000 lebih cuitan menggunakan tagar #TolakDaruratSipil di Twitter pada 30 Maret 2020 dengan 23.000 lebih akun yang ikut berpartisipasi dalam penggunaan tagar tersebut. Kemudian, pada pukul 18:00 WIB, tagar tersebut naik dengan muatan sentimen negatif cukup banyak.

“Penggunaan tagar terus meningkat dari waktu ke waktu dan mengalami kenaikan tajam pada pukul 21.00 WIB dengan total 7,793 dalam satu jam,” kata Winda.

Winda mengatakan, beberapa cuitan populer penggunaan tagar #TolakDaruratSipil diinisiasi oleh @msaid_didu dan @DonAdam68. Mewakili ribuan aspirasi akun yang lain, warganet ingin menyampaikan keresahannya dalam tagar penolakan tersebut, sementara, narasi ‘pemerintahan otoriter’ terus digaungkan oleh msaid_didu. Selain @msaid_didu, terlihat pula akun @jokowi dan @K1ngPurw4 dalam jaringan percakapan tagar #TolakDaruratSipil.

“Dari pantauan Netray, akun @msaid_didu banyak disebut lantaran @msaid_didu terlibat mengkritisi isu ini dan kemudian banyak warganet yang membagikan ulang atau ikut menyampaikan pendapatnya. Sementara akun @jokowi banyak disebut karena warganet ingin menyampaikan aspirasinya terhadap Presiden Jokowi selaku pembuat kebijakan,” papar Winda.

Netray menyimpulkan, merebaknya pembahasan topik darurat sipil beberapa saat setelah pernyataan terkait ‘darurat sipil’ naik ke media, menunjukkan bahwa isu ini cukup sensitif di mata warganet. Berbagai pertanyaan terkait urgensi pemerintah apabila harus diterapkan keadaan ‘darurat sipil’ terus menggema. 

Berbagai penolakan muncul dari warganet Twitter hingga muncul kembali narasi ‘pemerintah otoriter’, ‘pemanfaatan kekuasaan’ hingga upaya ‘lari dari tanggung jawab pada rakyat’ dalam gelombang arus tagar #TolakDaruratSipil.

 

Tags : netray
Rekomendasi