<i>RIP</i> Trotoar Jakarta
<i>RIP</i> Trotoar Jakarta

RIP Trotoar Jakarta

By akuntono | 03 Feb 2018 11:55
Jakarta, era.id - Trotoar kini bukan hanya milik pejalan kaki. Penyedia jasa parkir liar dan pedagang kaki lima (PKL) belakangan sering terlihat mengakuisisi ruang yang sedianya digunakan sebagai jalur pedestrian.

Upaya merevitalisasi trotoar di Ibu Kota yang digaungkan sejak 2015 oleh Dinas Bina Marga DKI, juga semakin jauh panggang dari api.

Pusdatin Satpol PP DKI Jakarta mencatat sejumlah pelanggaran yang terjadi di trotoar. Jakarta Barat dengan jumlah 581 kasus, Jakarta Pusat 440 kasus, Jakarta Utara 434 kasus, Jakarta Selatan 386 kasus dan terakhir Jakarta Timur 386 kasus.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 20014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, belum cukup membuat bulu kuduk para pelanggar berdiri.

Padahal sanksi tak main-main, mulai dari kurungan penjara hingga denda sebesar Rp20 juta.

Solusi yang ditawarkan Pemprov DKI belakangan malah menimbulkan masalah baru. PKL di Tanah Abang misalnya, bukan lagi dibolehkan berjualan di trotoar melainkan di badan jalan.

"Ojek online difasilitasi, PKL difasilitasi, pedagang difasilitasi, pejalan kaki difasilitasi. Ini menjadi solusi masyarakat yang rutin ke Tanah Abang," kata Anies, beberapa waktu lalu.

Sekurangnya terdapat 4 titik okupasi trotoar oleh PKL di Jakarta yakni di Jalan Matraman Raya, Matraman, Jatinegara, Jalan H Agus Salim, Gambir, Jalan Sudirman, kawasan Bendungan Hilir dan Jalan Kawasan Kramat Jati. 

Okupasi trotoar di Jatinegara, Jakarta. (Yasir/era.id)

Pengamat Tata Kota, Laili Fuji Widyawati, menyebutkan berdasarkan hasil survei Most Liveable City Index (MLCI) tahun 2017, dengan skor 62.6 Provinsi DKI Jakarta termasuk dalam average tier city, atau termasuk dalam kelompok kota dengan kelayakan huni rata-rata (index livability). 

Salah satu faktor yang membuat Jakarta tidak dapat naik ke angka yang lebih baik karena pengelolaan trotoar yang kurang maksimal.  "Okupasi fasilitas pejalan kaki oleh pedagang kaki lima maupun oleh pengendara sepeda motor kerap menjadi hal lazim," kata Laili.

Kepala Seksi Perencanaan Prasarana Jalan dan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Riri Asnita menjelaskan, bahwa idealnya sebuah sebuah trotoar memiliki lebar 1,5 meter. Namun lebar tersebut tidak berlaku jika di jalan arteri. Sedangkan ketinggian trotoar idealnya 15 cm, agar tidak terlalu curam bagi pengguna kursi roda dan ibu-ibu yang membawa stoller

Rekomendasi
Tutup