Ingat, Korupsi Masuk Kejahatan Luar Biasa!
Ingat, Korupsi Masuk Kejahatan Luar Biasa!

Ingat, Korupsi Masuk Kejahatan Luar Biasa!

By akuntono | 04 Feb 2018 07:35
Jakarta, era.id - Peraturan Pemerintah No 99/2012 tegas menjelaskan kategori seperti apa tindak pidana korupsi itu. Buat pemerintah, korupsi masuk klasifikasi kejahatan luar biasa.

Selain korupsi, klasifikasi kejahatan luar biasa juga disematkan kepada tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat hingga kejahatan transnasional terorganisasi. Latar belakangnya jelas, kejahatan itu bikin kerugian besar buat negara. Belum lagi bisa timbulkan kepanikan yang luar biasa.

Perlakuan untuk kejahatan luar biasa tentu tidak biasa pula. Sebagai contoh, untuk bisa mendapat Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat pun diperberat syaratnya. Merujuk pada PP Nomor 32 Tahun 1999 yang sudah berganti aturan ini, syaratnya dianggap belum adil oleh masyarakat. Sehingga salah satu syarat mendapatkan asimilasi yaitu menjalani 2/3 masa tahanan.

Sekarang mari kita beralih soal usulan Lapas Sukamiskin memberi asimilasi kepada M Nazaruddin. KPK, lembaga yang menggarap berbagai kasusnya, sudah memastikan Nazaruddin saat ini tidak berstatus tersangka atau terdakwa. Dalam artian, tidak ada lagi kasus yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini.

"Sampai dengan saat ini, untuk proses penyidikan dan penuntutan itu tidak ada. Nazarudin tidak berposisi sebagai tersangka maupun terdakwa," kata Jubir KPK Febri Diansyah, Jumat (2/2) lalu.

Dalam beberapa sidang, apalagi yang berkaitan dengan Permai Grup, nama Nazaruddin seringkali disebut-sebut berperan. Tapi sepertinya, merujuk pada pernyataan Febri, KPK 'tutup buku' dengan kasus Nazaruddin lainnya.

Di KPK, Nazaruddin terjerat dua kasus. Yang pertama kasus suap wisma atlet, Nazaruddin terbukti menerima Rp4,6 miliar dari bekas Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Vonis akhir yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) adalah 7 tahun dan denda Rp 300 juta. Sedangkan kasus kedua soal pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Buat KPK, kasus pencucian uang Nazaruddin ini bagian dari strategi. KPK sadar, Nazaruddin tidak bermain hanya dalam satu atau dua kasus saja. Nah, pemberlakuan pencucian uang jadi pintu masuk KPK ke banyak kasus hanya dalam sekali pukul

"Tindak pidana pencucian uang itu kita tangani meskipun satu berkas tapi berasal dari banyak proyek jadi hasil tindak pidana itu yang menjadi concern kita dan sudah terbukti," jelas Febri.

Bagi KPK, status justice collaborator yang dipegang Nazaruddin juga sejatinya tidak otomatis bikin dia lebih mudah mendapat asimilasi. "Yang mensyaratkan posisi sebagai justice collaborator adalah pembebasan bersyarat atau remisi pemotongan masa tahanan," jelas Febri.

Jadi tidaknya Nazaruddin, dengan segudang kasus korupsi, mendapat asimilasi ada di tangan KPK. Pihak Ditjen PAS harus mendapat rekomendasi dari KPK dulu sebelum dilanjutkan ke Kemenkum HAM.

Bagaimana KPK?

Rekomendasi
Tutup