Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes.248/2020 dan telah diteken oleh Menkes pada tanggal 11 April 2020.
"Saya sampaikan bahwa Menteri Kesehatan sudah mengirimkan surat persetujuan kemarin sore yang menyatakan bahwa lima wilayah di Provinsi Jawa Barat disetujui untuk melaksanakan PSBB," ujar Ridwan Kamil saat memberikan keterangan pers di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Minggu (12/4/2020).
Pemberlakuan PSBB di Bodebek akan berbeda-beda. Untuk Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor, intensitas penerapan PSBB tiap kecamatan tidak sama. Kecamatan yang masuk zona merah penyebaran COVID-19 akan memberlakukan PSBB secara maksimal atau menutup akses ke wilayah tersebut dan membatasi berbagai kegiatan, seperti perkantoran, komersial, kebudayaan, dan kegiatan keagamaan.
“Kabupaten ini berbeda dengan DKI Jakarta atau Kota Bogor, Depok, dan Kota Bekasi. Mereka (Kabupaten Bogor dan Bekasi) memiliki desa, sehingga tidak bisa diberlakukan PSBB-nya persis seperti yang wilayah kota, seperti DKI Jakarta,” kata Ridwan Kamil.
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi akan membagi dua zona PSBB berdasarkan jumlah sebaran Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Ada di kecamatan zona merah yang penerapan PSBB-nya maksimal, sedangkan Kecamatan yang bukan zona merah, PSBB-nya akan menyesuaikan antara minimal sampai menengah.
“Khusus untuk Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi akan melaksanakan istilahnya PSBB maksimal,” kata Ridwan Kamil.
Selanjutnya, kebijakan PSBB di Bodebek tersebut akan dikomando bupati/wali kota yang berkoordinasi dengan aparat penegak hukum agar sesuai situasi daerahnya masing-masing. Aparat keamanan juga dapat memberikan sanksi kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran PSBB.
“Terkait sanksi, perbedaan PSBB dengan sebelumnya sebenarnya hampir sama. Bedanya dulu tidak ada sanksi, dengan adanya PSBB maka aparat hukum diberi kewenangan untuk memberikan sanksi,” katanya.
Mengenai bantuan sosial, Ridwan Kamil menegaskan PSBB di Bodebek akan disertai program jaring pengaman sosial yang komprehensif dengan anggaran sekitar Rp4 triliun. Program tersebut akan segera disalurkan kepada warga yang membutuhkan supaya dampak sosial dan ekonomi akibat PSBB bisa tertangani.
Pemprov Jabar akan mengelompokkan warga terdampak COVID-19. Pertama, warga yang sudah terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kemudian, warga rawan miskin baru. DTKS ini mayoritas akan dibantu oleh APBN melalui kementerian-kementerian. Kemudian, ada kelompok non DTKS, yaitu mereka yang rawan miskin baru yang sebelumnya tidak masuk daftar bantuan.
Selanjutnya, warga rawan miskin baru terbagi dua, yang ber-KTP Bodebek dan perantau. “Jadi, kepada para perantau di lima wilayah ini jangan khawatir, Anda tetap akan juga dibantu oleh Pemerintah Jawa Barat dan pemerintah lima wilayah ini. Anda akan disamakan haknya selama Anda memang berhak dan butuh bantuan, kami akan bantu," katanya.
Pemprov Jabar menjanjikan bantuan sosial ini akan tepat sasaran. Gubernur telah menginstruksikan Ketua Rukun Tangga (RT) dan Rukun Warga (RW) se-Bodebek untuk melakukan pemetaan dan pendataan masyarakat kelompok miskin baru.
"Hari ini RT dan RW sedang melakukan pendataan, maka DTKS yang ada datanya dibantu, yang tidak masuk juga dibantu walaupun ber-KTP atau tidak ber-KTP wilayah tersebut, selama de facto memang bekerja, ngekos atau bekerja di situ," ucapnya.
Selain program jaringan pengaman sosial Pemda Provinsi Jabar, ada sumber-sumber lain untuk bantuan bagi masyarakat Bodebek. Pertama adalah Program Keluarga Harapan. Kedua, kartu sembako atau bantuan pangan non tunai. Ketiga, kartu prakerja. Kemudian, bantuan sosial dari pemerintah pusat. Semua bantuan ini bersumber dari APBN.
Khusus untuk kabupaten, dana desa akan dipergunakan untuk membantu warga miskin baru karena COVID-19. Sedangkan provinsi juga sudah menyiapkan dana sosial Rp500.000 selama 4 bulan. “Kalau masih kurang, akan diberikan oleh dana sosial dari kota/kabupaten di lima wilayah," katanya.