Walaupun hal ini sangat tidak dianjurkan oleh para pakar kesehatan. Namun, pernyataan ini sedang dipelajari oleh dua universitas terkemuka, termasuk University of California.
"Ini ide yang menarik. Mungkin bukan hal yang benar untuk dilakukan karena berbagai alasan berbeda. Tetapi gagasan soal ASI memiliki sifat melawan COVID-19, sepertinya terlalu dibuat-buat," ujar Lars Bode, Ketua Collaborative Human Milk Research di University of California, San Diego, dikutip dari Daily Beast, Jumat (17/4/2020).
Sebelum wabah COVID-19, orang dewasa mencari ASI sebab mereka berpendapat bahwa ASI dapat meningkatkan sistem kekebalan untuk bayi. Secara garis besar, mereka berpikir ini juga bisa dirasakan oleh orang dewasa.
Banyak warga AS yang mendeskripsikan ASI sebagai superfood dan dapat diperjualbelikan tanpa adanya peraturan. Penjual ASI mendapatkan keuntungan 20 ribu dolar AS atau Rp309 juta per tahun. Satu produk ASI dijual 3 dolar AS atau Rp46 ribu per ons.
Ari Marquez, seorang penjual di Only The Breast, mengatakan ia sering menjual kepada para ibu yang ingin meningkatkan sistem kekebalan bayi mereka, paling sering ketika bayinya terjangkit flu. Tetapi dalam beberapa minggu terakhir, seorang pria berusia 30 tahunan ingin mendapat ASI untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari COVID-19.
Selain itu, pendiri Happy Bellies Happy Babies, Christie Denham, mengatakan bahwa situsnya menerima permintaan dari pria dewasa yang mencari perlindungan COVID-19 dalam bentuk ASI. Bahkan, ada seorang wanita bernama Crystal Nelson yang meminum ASI sendiri setelah mengetahui dirinya terinfeksi COVID-19.
Bersamaan dengan meminum susunya sendiri, Nelson menyumbangkan ASI untuk dua ibu terinfeksi SARS-CoV-2. Salah satu ibu tersebut, memiliki bayi dengan masalah pencernaan dan merasa ASI memiliki dampak negatif dan kemungkinan bayi tertular COVID-19.
Eats on Feets juga mendukung pembagian ASI, tetapi mereka tidak menjual. Permintaan ASI mengalami lonjakan akibat COVID-19, padahal Eats on Feets mengumumkan tidak menerima penjualan ASI.
Para peneliti di Mount Sinai School of Medicine menjalankan penelitian tentang ASI yang diklaim warga memiliki antibodi. Para peneliti mencari ratusan sampel pada pekan lalu.
"Kelemahan dari obat semacam itu memang cukup rendah. ASI dibuat oleh manusia untuk manusia. Kami tidak ingin ada efek samping kedepannya," kata salah satu penelitian, Bode.
Terlepas dari pernyataan, Bode telah mengecilkan hati seseorang untuk membeli ASI secara online. Pertama, ia mengatakan ASI kandungan antibodi COVID-19 pada ASI tidak jelas. Kedua, ASI berpotensi menularkan penyakit lain, seperti HIV atau hepatitis.
"Membeli ASI secara online dari seseorang yang tidak dites, bukanlah hal terbaik untuk dilakukan. Semakin banyak orang dewasa minum ASI, semakin sedikit bayi yang mendapatkan ASI yang benar-benar membutuhkannya," katanya.