Kebiasaan manusia 'dipaksa' berubah. Tak ada lagi kumpul-kumpul. Ibadah pun terpaksa harus digelar di rumah, itu pun dengan jumlah minim. Kantor-kantor sepi karena banyak yang menerapkan bekerja dari rumah.
Kondisi di atas belum sebanding dengan angka kematian. Di Indonesia, sudah ada 6.760 kasus positif hingga Senin (20/4) sore ini. Dari jumlah itu, ada 590 yang melayang. Sebagian di antaranya ada para petugas medis sebagai garda terakhir penanganan virus.
Berkeliling lah kamu ke perumahan-perumahan. Gerbang-gerbang pemukiman, banyak yang ditutup. Tidak bisa lagi sembarang orang hanya melintasi sebuah pemukiman karena khawatir ada penyebaran virus.
Sekali lagi, semua manusia benci COVID-19. Beberapa warga Jakarta juga menunjukkan kebenciannya terhadap virus dari Wuhan, China ini.
Pekan lalu, redaksi era.id sempat berkeliling Jakarta untuk memantau pelaksanaan PSBB. Kebetulan kami melewati Jl Raya Cipulir Seskoal, Jaksel. Mata kami tidak sengaja menangkap sebuah coretan warga di beton-beton.
Ungkapan kekesalan mereka --atau mungkin satu orang-- dituangkan pada tiang-tiang di pinggir jalan. Beton-beton itu jadi wadah kebencian terhadap COVID-19.
Coretan itu mungkin saja menggambarkan kerinduan banyak orang yang ingin beraktivitas normal lagi, sebelum pandemi COVID-19 muncul. Tapi percayalah, coretan itu tidak akan mampu mengusir COVID-19. Virus ini tidak gentar dengan sekadar coretan.
Coretan itu malah menyisakan noda. Meninggalkan tugas bagi petugas kebersihan serta mencoreng tiang beton itu yang masih perawan dari aksi tangan usil.