Cerita Jurnalis di China: Dikarantina Paksa karena Berita

| 24 Apr 2020 18:08
Cerita Jurnalis di China: Dikarantina Paksa karena Berita
Kepolisian Hong Kong melakukan tindakan represif kepada jurnalis yang meliput demonstrasi. (Stand News via Twitter)
Jakarta, era.id - Li Zehua tak menyangka dirinya bisa kembali muncul setelah dua bulan dinyatakan hilang oleh pihak keluarga. Li yang berprofesi sebagai seorang jurnalis ini mengaku dikarantina secara paksa oleh petugas di Hubei, Wuhan, China saat melakukan liputan. 

Menurut pihak berwenang di Wuhan, Li ditahan dan dibawa ke pusat karantina kota Wuhan karena dianggap melanggar aturan sosial. Dia dituduh dan diinterogasi atas kegiatannya di luar ruangan selama wabah COVID-19 terjadi. 

Tapi setelah menjalani pemeriksaan, pihak kepolisian memutuskan tak menahan Li. Namun, tetap dikarantina selama 14 hari tanpa akses telepon dan komputer. 

"Selama proses itu (karantina), para petugas bertindak secara sipil dan baik, memberi saya makanan dan waktu untuk istirahat. Mereka merawat saya dengan baik," kaya Li seperti video YouTube-nya, dikutip dari SCMP, Jumat (24/4/2020). 

Kronologi kejadian, Li tercatat terakhir online pada 26 Februari 2020. Saat itu dia bertugas sebagai jurnalis yang meliput suasana terkini di kota Wuhan, pusat kota virus korona. Lewat video YouTube-nya dia bercerita bahwa dirinya sedang dikejar oleh aparat tak dikenal. 

 

Dia memutuskan untuk bersembunyi di sebuah apartemen kecil. Sayangnya, aparat dan petugas kesehatan dengan hazmat suitnya menyambangi tempat persembunyiannya, dengan salah seorang teman dekat Li sebagai umpan. Li tak mampu menolak dan membiarkan petugas melakukan pemeriksaan.  

Li dibebaskan setelah dua bulan dipaksa karantina. Dia dipulangkan ke kampung halamannya tanggal 14 Maret dan dianjurkan buat karantina mandiri selama 14 hari. 

"Dunia terlihat berbeda bagi saya setelah periode bulan yang panjang ini. Saya berterima kasih kepada kalian yang telah peduli terhadap saya dan saya berharap hal terbaik untuk kalian semua yang terdampak wabah ini," katanya. 

Selain Li, dua blogger yang berasal dari warga biasa dan satu orang jurnalis lainnya juga ditangkap dan dikabarkan hilang sejak bulan Februari 2020. Fang Bin dinyatakan hilang setelah memposting sebuah video yang menampilkan kondisi kota Wuhan yang dipenuhi mayat di dalam mobil van di luar rumah sakit pada 9 Februari 2020. 

Sementara Chen Quishi yang berprofesi sebagai pengacara dinyatakan hilang setelah postingan videonya tentang protes anti-China di Hong Kong tersebar. Hingga kini nasib ketiga jurnalis itu belum diketahui keberadaannya. Kemungkinan besar mereka mengalami hal serupa seperti Li. 

Atas insiden ini pemerintah China dianggap tidak transparan terkait virus korona ini. Bahkan kecaman dari berbagai negara pun datang, termasuk dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang meminta pemerintah China harus bertanggung jawab dan ganti rugi. 

Hal ini juga diperkuat dengan penahanan sejumlah dokter yang mengungkap wabah COVID-19 ini untuk pertama kalinya. Pihak pemerintah mengklaim petugas medis itu sudah membuat kebohongan dan resah seluruh dunia. 

Rekomendasi