Apalagi, Novanto kemarin menunjukan buku bersampul hitam yang terdapat tulisan kata 'Ibas' merujuk Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Buku tersebut diistilahkan oleh kuasa hukum Firman Wijaya sebagai kamus hukum e-KTP.
Padahal, SBY menerangkan, Partai Demokrat tidak pernah menyerang Novanto ketika kasus e-KTP membelitnya. Tapi, Novanto malah menyeret-nyeret kader Demokrat dalam kasus ini.
"Dulu Novanto di-bully, saya larang teman-teman, saudara-saudara, jangan ikutan melakukan bully, tapi ini tampaknya air susu dibalas air tuba," kata SBY dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (6/2/2018).
Menurutnya, gerak-gerik Novanto aneh, saat menunjukan buku bersampul hitam sebelum sidang perkara kasus e-ktp, kemarin. SBY merasa, tindakan itu bukan suatu kebetulan, tapi disengaja.
"Ada kasus Setya Novanto seperti memamerkan buku catatannya, juga aneh, pura-pura tidak disengaja, diberitakan media online, diperbincangkan secara luas," kata dia.
Setiap persidangan kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, selalu membawa sebuah tas hitam. Di dalam tas itu, terpantau ada beberapa barang bawaan, seperti tempat kacamata dan sebuah buku bersampul hitam.
Sesaat sebelum persidangan hari ini, buku tersebut tersingkap dan diletakan di atas pangkuan Novanto. Dari situ tampak ada beberapa tulisan tangan dan yang menonjol adalah tulisan ‘JUSTICE COLLABORATOR’. Kata itu ditulis dengan tinta hitam dan ada tiga tanda seru yang digoreskan dengan tinta berwarna merah.
Selain ada kata 'justice collaborator' ada juga tulisan dengan tinta hitam yaitu 'Nasaruddin' dengan garis ke bawah dan bertulisan USD 500.000. Kata lain yang cukup mengejutkan, adalah kata 'Ibas' dan 'Ketua Fraksi' di buku itu.
Merujuk dari tulisan tersebut, Setya Novanto enggan berkomentar apakah yang dimaksud itu adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono.
"No comment, lah," jawab Setya Novanto terkait tulisan di bukunya tersebut saat dikonfirmasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin, (5/2/2018).
Menurut kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, buku itu diistilahkan black law dictionary dan bercerita tentang struktur kasus e-KTP.
"Tapi dalam kamus hukum ada namanya black law dictionary. Mungkin ini kamus yang beliau (Novanto) ingin tuliskan tentang seperti apa sih struktur kasus e-KTP," kata Firman.
Sebagai kuasa hukum, Firman meminta publik menunggu pihak-pihak mana saja yang akan disebutkan Novanto. Apalagi penyebutan nama ini juga akan berimbas pada permohonan Justice Collaborator yang diajukan kliennya.
"Saya rasa kita tunggu karena posisi JC ini penting dalam instrumen penuntasan kasus ini. Berikan kesempatan Pak Nov dan penasihat hukum untuk bekerja," tutupnya.