PPDB di Kota Bandung Juga Bermasalah

| 30 Jun 2020 16:12
PPDB di Kota Bandung Juga Bermasalah
Forum Masyarakat Peduli Pendidikan berunjuk rasa menuntut proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) (Arie Nugraha/era.id)
Bandung, era.id - Tak hanya di Jakarta, proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 juga dipermasalahkan orang tua siswa di Kota Bandung, Jawa Barat. Kelompok orang tua siswa dari Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) berunjuk rasa di depan Balai Kota Bandung, menuntut transparansi proses PPDB. 

Pasalnya berdasarkan temuan dan aduan yang diterima oleh forum tersebut, banyak pelanggaran yang dilakukan dalam proses PPDB.

Menurut Ketua FMPP Illa Setiawati, pelanggaran proses PPDB untuk SMA, SMK dan SLB 2020 yaitu adanya anjuran pihak sekolah dari jalur afirmasi (tidak mampu) dialihkan ke jalur zonasi. Sehingga kata Illa, banyak calon siswa yang tidak lolos di jalur zonasi meski jarak antara rumah dan lokasi sekolah sangat dekat.

“Dan yang kita tidak paham itu, kenapa koordinat itu kok bisa berubah-ubah? Yang asalnya ketika pendaftaran itu, koordinat misalkan mencapai 675 meter. Ketika siswa itu tergeser dan dikalahkan, kooordinat itu menjadi berubah bisa menjadi 1.400 atau menjadi 1.700 meter. Dan yang kita sayangkan itu, kenapa pihak Disdik itu tidak menayangkan alamat sekolah siswa yang diterima,” kata Illa di depan Balai Kota Bandung, Jalan Wastukacana, Selasa (30/6/2020).

Illa mengaku calon siswa dengan lokasi rumah lebih jauh dari sekolah dinyatakan lolos seleksi. Padahal masih banyak calon siswa lainnya yang lebih dekat jarak rumahnya dengan sekolah.

Illa menyebutkan tidak dicantumkannya alamat siswa yang lolos PPDB dan alamat sekolah yang menerima, menimbulkan kecurigaan dari orang tua siswa. Beda halnya jika Dinas Pendidikan manayangkan alamat rumah siswa dan sekolah yang menerima.

“Mungkin orang tua siswa dapat memakluminya karena adanya perbadingan dan lebih legowo. Oh kita tergesernya karena alamat kita lebih jauh dari sekolah. Kan bisa seperti itu, kalau terus-terusan seperti ini mau sampai kapan dunia pendidikan di protes dan aksi unjuk rasa oleh orang tua siswa,” ujar Illa.

Illa mengaku pesimis dengan berunjuk rasa pun, otoritas berwenang akan mengabulkan tuntutan protes mereka. Namun hal itu tetap dilakukan oleh orang tua siswa demi memperoleh haknya.

Illa menerangkan pengalihan jalur afrimasi ke zonasi oleh pihak sekolah sebelumnya, dianggap akibat ketidaktahuan dan kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan.

“Ada siswa yang mempunyai kartu pendamping KIS, itu dianggap oleh wali kelas itu tidak kuat. Padahal syarat untuk mendaftarkan (jalur afirmasi) itu, salah satu dokumen saja. Tidak harus semua, yang penting siswa itu ada bukti bahwa mereka itu terdaftar di database kemiskinan. Nah wali kelas ini hanya bilang bahwa KIS ini tidak kuat, sebaiknya ibu daftar di jalur zonasi,” ucap illa.

Jika mengikuti aturan diakui Illa, calon siswa tersebut masih berhak mendapatkan kesempatan lolos PPDB meski di jalur zonasi. Sehingga mereka terjebak di jalur zonasi dan tidak lolos PPDB.

Namun berdasarkan penelusuran Illa, terdapat siswa yang lokasi rumah jauh dari sekolah yang dituju koordinatnya lebih dekat. Hal itu memicu pertanyaan jenis koordinat yang dipakai sebagai syarat zonasi PPDB. “Kasihan dong masyarakat kalau seperti itu. Banyak yang dirugikan, banyak yang jadi korban juga kan?,” tukas Illa.

FMPP mengaku terdapat ratusan aduan masyarakat yang mengalami hal serupa pada masa proses PPDB 2020.

Tags : masuk sekolah
Rekomendasi