Pantauan di lapangan, panjang jalur Koridor 13 yang retak sekitar 20-30 meter. Kedalaman retakan bervariasi, terlihat jelas dari bawah koridor layang tersebut. Meski nampak retak, aktivitas di kawasan ini masih berjalan normal. Seorang pedagang kaki lima di kawasan tersebut, Rizal (15), mengaku tahu jalur tersebut retak pada 4 Januari 2018.
"Retaknya sih udah dari 4 Januari. Waktu itu saya baru pulang dari kampung di Cirebon. Langsung lihat ini udah retak aja," kata dia kepada era.id, Sabtu (10/2/2018).
Seorang petugas harian lepas (PHL) Suku Dinas Kehutanan Jakarta Selatan yang enggan disebut namanya menyampaikan, setiap hujan deras, dari retakan itu kerap menetes air. Belum terlihat ada penanganan petugas terhadap retakan tersebut.
"Kalau dilihat, khusus di sini enggak ada pipa pembuangan airnya. Tapi air selalu rembes ke bawah. Bisa jadi sih ini yang bikin retak," ucap dia saat ditemui di sekitar lokasi.
Dihubungi terpisah, Humas PT Transjakarta, Wibowo mengaku belum mengetahui adanya retak di Koridor 13. Dia menyatakan keretakan itu menjadi ranah pengawasan Dinas Bina Marga.
"Saya belum tahu (jalur koridor 13 retak), kami ini kan pengelola kalau konstruksi Dinas Bina Marga," ucap Wibowo.
Sayangnya, saat dikonfirmasi melalui telepon seluler sebayak tiga kali, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faisal tak merespons.
Transjakarta Koridor 13 Ciledug-Tendean resmi beroperasi mulai Rabu (16/8/2017). Koridor 13 adalah jalur layang khusus bus yang pertama di Jakarta.
Dengan Koridor 13, waktu tempuh dari Ciledug ke Tendean kurang lebih 30 menit. Koridor 13 diminati warga karena terhubung dengan koridor lain, yakni Koridor 1 (Blok M- Kota) dan Koridor 9 (Pinangranti-Pluit).
Daya angkut transjakarta Koridor 13 kini rata-rata 9.000 penumpang setiap hari.
Retakan di Koridor 13, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Sabtu (10/2/2018). (Suriaman/era.id)
