Menkes Terawan Bantah Faskes dan RS Bisnis Penanganan COVID-19

| 18 Jul 2020 12:09
Menkes Terawan Bantah Faskes dan RS Bisnis Penanganan COVID-19
Menkes Terawan (Setkab)

Era.id - Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto membantah fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit, memanfaatkan penanganan COVID-19 sebagai lahan bisnis. Menurutnya, rumah sakit memiliki etika untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin.

"Semua punya keinginan yang baik, untuk melayani, melaporkan, dan menagihkan. Kami tinggal verifikasi lewat BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)," kata Menkes Terawan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/7/2020).

Meski dibantah, Menkes berjanji akan memeriksa dugaan tersebut. Dia menegaskan, bahwa semua hal harus berdasarkan data, dan tidak boleh hanya memakai opini.

Sebelumnya, ERA mewawancarai seorang dokter dari salah satu rumah sakit di Indramayu, sebut saja namanya dr X. Ia mengaku ada bisnis kesehatan dalam rapid test. Ia menganggap, RS wajar melakukannya. Apa alasannya?

"Di era pandemi covid ini, angka kunjungan pasien ke RS berkurang drastis, ditambah biaya operasional yang meningkat (untuk tambahan penyediaan APD, dll)," tulis dr X lewat whatsapp.

Dari alasan itu, untuk membuat rumah sakit bertahan, skreening covid dianggap sebagai peluang yang menggiurkan. "Kecuali pemerintah mau ambil alih semuanya," terangnya. Maksudnya di sini adalah subsidi tes kesehatan untuk masyarakat.

X menambahkan, angka kunjungan pasien ke RS bukanlah hal yang negatif bagi RS. Jangan disalahartikan. Sejauh ini, pihaknya juga sudah berkampanye agar masyarakat menunda datang ke RS kalau tidak ada keadaan darurat.

Jika mengandalkan alat kesehatan saja, mengapa harga yang dilemparkan ke publik bisa naik berkali-kali lipat dari harga modal? Dokter x mengaku, rapid test bukan cuma persoalan alat yang dihitung harganya.

Di dalam komponen rapid test, ada nakes Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ALTM) terlatih yang dipakai, mereka juga harus pakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, wajib pula disiapkan ruangan khusus, belum lagi hitung ongkos limbah medis.

"Kalau beli online terus ngecek sendiri sih, itu baru murah."

Ia juga berbicara tentang harga PCR. Katanya, investasi pengadaan alat untuk PCR itu mesti besar. Jika pemerintah atau dari pihak lain tak membantu, RS pasti berpikir untuk menyediakan PCR.

"Bisa bertahan dan gaji karyawan saja sudah syukur-syukur saat ini. Harusnya sih, ini jadi pekerjaan pemerintah. Jangan diswastanisasi," jelasnya.

Rekomendasi