Cegah Intoleransi Enggak Cukup Seremonial

| 12 Feb 2018 19:10
Cegah Intoleransi Enggak Cukup Seremonial
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Hanya berselang empat hari di pekan yang sama, telah terjadi dua persekusi terjadap umat beragama. Persekusi pertama dilakukan terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Tangerang, Banten, Rabu (7/2/2018). Persekusi kedua terjadi Minggu (11/2/2018), terhadap umat Katolik yang sedang melakukan misa di Gereja St. Lidwina, Sleman, Yogyakarta.

Selain persekusi, ada juga serangan brutal yang dilakukan terhadap tokoh NU KH Umar Basri di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/1/2018), dan Pimpinan Pusat Persis HR Prawoto yang dianaya orang tidak dikenal pada Kamis (1/2/2018) hingga meninggal dunia.

Menanggapi hal ini, Ketua Setara Institute Hendardi menyatakan aksi kekerasan itu sangat brutal. Menurut dia, kasus-kasus tersebut harus ditanggapi serius oleh pemerintah karena berpotensi memicu perpecahan.

“Potret kerukunan yang riil dapat dilihat dalam relasi antarumat di level bawah, bukan di atas meja rapat dan ruang-ruang seremonial antarpemuka agama,” tuturnya dalam pernyataan tertulis, Senin (12/2/2018).

Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah dan pemuka agama tidak hanya melakukan pertemuan seremonial untuk menjaga keberagaman, tapi juga harus mampu mencegah dan menghentikan provokasi kebencian khususnya pada kelompok minoritas.

“Pemerintah, pemuka agama, dan elite organisasi keagamaan harus melakukan tindakan konkret untuk menghentikan persekusi terhadap identitas keagamaan yang berbeda, khususnya atas mereka yang minor, umat agama yang sedikit,” ujarnya.

Bicara soal indikasi permainan politik di belakang persekusi-persekusi ini, Hendardi dengan tegas mengingatkan bahwa hendaknya kompetisi politik pilkada dan pilpres dijauhkan isu SARA. Kerukunan umat beragama adalah hal penting yang tidak dapat ditukar apapun, termasuk jabatan politik.

“Kerukunan antarelemen bangsa dan ikatan kebangsaan di antara mereka terlalu luhur untuk dirusak demi dipertukarkan dengan jabatan politik jangka pendek apapun,” kata Hendardi.

Rekomendasi