Menurut keterangan pelaku, seluruh sabu dipasok untuk memenuhi kebutuhan pasar yang menyasar kalangan menengah masyarakat Indonesia. Berdasar studi Bank Dunia, kelas menengah di Indonesia adalah masyarakat yang menghabiskan uang sekitar Rp500 ribu hingga Rp2 juta tiap bulan.
Dengan kondisi demografi yang didominasi penduduk berusia produktif --17-60 tahun, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi peredaran narkoba.
Dan kelas menengah yang jadi sasaran Onglay Cs, bukan pasar kecil. Dari 260 juta penduduk, 40 juta orang terklasifikasi sebagai masyarakat kelas menengah.
"Jika jumlah kelas menengah Indonesia 10 persen saja, itu sudah sama dengan penduduk Malaysia. Apalagi kalau 30 persen, pasti pangsanya lebih besar ke Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati saat dihubungi era.id, Senin (12/2/2018).
Proxy war
Selain 239,875 kg sabu, Tim Satuan Tugas Khusus Mabes Polri-Polda Metro Jaya juga menyita 30 ribu butir ekstasi dan 12 mesin cuci yang dijadikan sarana penyelundupan oleh para pelaku.
Dalam keterangan persnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyatakan penyelundupan narkoba ini sebagai proxy war. Maka, meski berhasil menggagalkan penyelundupan ini, Tito sejatinya khawatir juga.
"Ini membuktikan keberhasilan, tapi membuktikan kalau Indonesia adalah market point. Bukan transit point lagi. Membesarnya kelas menengah Indonesia dan lebarnya wilayah Indonesia menjadi salah satu faktor," kata Tito di Polda Metro Jaya.
Selain pencegahan lewat penegakan hukum, Tito memastikan adanya langkah serius untuk merehabilitasi para pengguna. Membudayakan penerapan rehabilitasi memang faktor penting dalam memberantas narkoba, ketimbang memenjarakan para penggunanya.
"Mencegah agar supply tidak membanjiri. Kita siapkan rehabilitasi agar pencandu ini tidak kembali lagi menjadi potensial buyer," lanjut Tito.
Enny dari INDEF menyebut peredaran narkoba di kalangan masyarakat menengah kerap dijadikan dalih pemerintah soal lambatnya pertumbuhan ekonomi di kelas menengah. Baginya, perspektif itu tak dapat dibenarkan, sebab sejatinya peredaran narkoba adalah jalan untuk menjerumuskan bangsa, termasuk dalam pembangunan ekonomi.
"Kesejahteraan kan amanat konstitusi. Pemberantasan narkoba juga amanat konstitusi," lanjut Enny.
Kronologi penangkapan
Penangkapan Onglay Cs bermula dari informasi masyarakat yang mengetahui ada penyelundupan narkoba di Pergudangan Harapan Dadap Jaya No. 36 Kosambi, Tangerang, Banten. Kamis (8/2) polisi menggeledah Gudang E12 dan meringkus Marvin Tandiono serta Liu Kim Liong. Berdasarkan keterangan Liu Kim Liong, ia diperintah oleh seorang narapidana di Jakarta bernama Indrawan.
Jumat (9/2) polisi berhasil menangkap Lim Toh Hing, warga negara Malaysia di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Sabtu (10/2) polisi membawa seluruh pelaku ke Pergudangan Harapan Dadap Jaya untuk pengembangan. Namun Lim Toh Hing coba melarikan diri dan merebut senjata petugas.
Atas aksinya itu, polisi menembak mati Lim Toh Hing. Dan Tito mengklaim penembakan tersebut sebagai perintah darinya. "Melawan dikit, tindak tegas saja. Tembak mati. Itu perintah saya," tutur Tito.
Dari hasil penyidikan, Lim Toh Hing sudah enam kali menjalankan aksinya. Lim menggunakan importir untuk menyelundupkan narkoba. Polisi merinci, penyelundupan dilakukan pada Jumat 21 Oktober 2016, 30 Januari 2017, 3 Maret 2017, 28 November 2017, 2 Februari 2018 dan terkahir pada Rabu 7 Februari 2018.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati atau kurungan penjara paling lama 20 tahun.