"Yang incumbent, yang ikut lagi Pilkada, tolong jaga betul jangan sampai mempergunakan dana APBD untuk membiayai proses pilkadanya," ucap Agus di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Agus menuturkan, kasus suap calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae dan calon Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, bisa jadi pengingat kepada setiap calon yang mengikuti Pilkada.
"Ya kalau KPK yang namanya OTT, tidak akan berhenti. Begitu ada alat bukti yang sangat kuat kita harus kemudian bertindak," kata Agus.
Menurut Agus, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah terjadi karena adanya ketidakpuasan penghasilan yang didapatkan ketika menjabat.
"Ya kita harus evaluasi semua. Termasuk juga sistem pemilu kita. Yang kata banyak orangkan jadi kepala daerah kita tahu sendiri biayanya sangat mahal, biaya sangat mahal ketika jadi kepala daerah gajinya kecil ya sudah larinya ke situkan (ke korupsi)," tutur Agus.
Untuk kasus, Nyono, dia ditangkap KPK karena menerima suap. Nyono diduga dua kali menerima dua kali suap dari Inna Silestyowati. Suap pertama senilai Rp200 juta, telah diserahkan Inna pada Desember 2017. Menyusul kemudian Rp75 juta diberikan Inna pada Nyono 1 Februari 2018. Suap diberikan Inna pada Nyono agar ditetapkan jadi Kepala Dinas Kesehatan definitif.
Sedangkan untuk kasus Marsianus, Bupati Ngada itu menerima suap sebesar Rp4,1 miliar karena menjanjikan proyek pembangunan jalan senilai Rp54 miliar kepada Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu pada tahun anggaran 2018. Proyek tersebut terdiri dari pembangunan Jalan Poma Boras Rp5 miliar, Jembatan Boawe Rp3 miliar, Jalan ruas Ranamoeteni Rp20 miliar, ruas Jalan Riominsimarunggela Rp14 miliar, ruas Jalan Tadawaebella Rp5 miliar, ruas Jalan Emerewaibella Rp5 miliar, dan ruas Jalan Warbetutarawaja Rp2 miliar.