Pada Pasal 245 UU MD3 ayat 1 menjelaskan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Selanjutnya dijelaskan pada ayat 2 yaitu persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menerangkan, hak imunitas ini tidak bisa berlaku ketika anggota DPR terjaring kasus korupsi. Kata dia, untuk pengungkapan kasus korupsi, KPK bisa memeriksa anggota DPR tanpa izin presiden.
Selain korupsi, politikus Gerindra itu menambahkan, kasus kejahatan kemanusian dan human trafficking juga tidak mempan dengan pasal tadi. Untuk penangan ini, aparat penegak hukum boleh meminta keterangan anggota DPR tanpa izin presiden.
"Apa yang dimaksud tindak pidana khusus? Ada 3 kategori, satu Korupsi, kedua kejahatan kemanusiaan, ketiga human trafficking jadi ketiga ini itu terjadi enggak perlu izin presiden dan pertimbangan MKD," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
DPR telah mengesahkan Revisi UU MD3 dalam rapat paripurna pada Senin (12/2/2018). Tidak semua fraksi di DPR setuju mengesahkan Revisi UU MD3. Dari sepuluh fraksi yang ada di DPR dua fraksi menolak dan menyatakan walk out saat rapat paripurna. Dua fraksi yang menolak itu yakni fraksi PPP dan fraksi Nasdem.