King Maker dan Skenario Pilpres 2019
King Maker dan Skenario Pilpres 2019

King Maker dan Skenario Pilpres 2019

By Aditya Fajar | 15 Feb 2018 22:53
Jakarta, era.id - Lembaga survei Indo Barometer telah melakukan survei tentang Skenario Pilpres 2019. Ada tiga skenario yang diprediksi Indo Barometer akan meramaikan pilpres tahun depan.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan survei telah dilakukan pada 23-30 Januari 2018. Skenario pertama yang mungkin terjadi dengan dua pasangan yang akan maju pada Pilpres 2019, yakni Joko Widodo - Mr X melawan Prabowo Subiyanto- Mr Y.

"Skenario B, Jokowi berpasangan dengan Prabowo Subianto versus Mr X-Mr Y, skenario 'kuda catur' alias zigzag, lawan jadi kawan," ujarnya, dalam diskusi Dinamika Pilpres 2019, di Jakarta, Kamis (15/2/2018).

Kemudian, lanjut Qodari, skenario C adalah tentang tiga pasangan calon yang diprediksi maju pada Pilpres 2019.

"Jokowi-Mr X versus Prabowo Subianto-Mr Y versus Mr Fulan-Mr Fulin," katanya.

Menurutnya, skenario C akan terjadi jika para king maker tidak mampu memenuhi calon yang diinginkan. Ditambahkannya pada skenario pertama Jokowi mendapat 48,8 persen dukungan publik sementara Prabowo mendapat 22,3 persen.

Sedangkan untuk skenario B, kata Qodari, Jokowi melawan calon presiden lain selain Prabowo Subianto. Nama Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, Budi Gunawan, dan Jusuf Kalla muncul sebagai penantangnya.

"Jokowi 49,9 persen versus Anies 12,1 persen. Jokowi 55,8 persen versus Gatot 7,8 persen. Jokowi 56,6 persen versus Agus 5,3 persen. Jokowi 57,6 persen versus Budi Gunawan 2,5 persen dan Jokowi 57,3 persen versus Jusuf Kalla 3,6 persen," katanya.

Dirinya menambahkan, hasil berbeda akan terjadi ketika Jokowi berpasangan dengan Prabowo dalam Pilpres 2019. Hasil survei yang diperoleh meningkat drastis, melebihi keempat pasangan lainnya.

"Pasangan Jokowi-Prabowo 48 persen versus Budi Gunawan-Anies 3,9 persen. Jokowi-Prabowo 50,2 persen versus Anies Baswedan-Budi Gunawan 3,3 persen. Jokowi-Prabowo 49,5 persen versus Gatot-Anies 4,5 persen. Pasangan Jokowi-Prabowo 49,7 persen versus Anies-Gatot 4,2 persen. Jokowi -Prabowo 50,5 persen vs Jusuf Kalla-Anies 3,2 persen," jelasnya. 

Survei dilakukan di 34 Provinsi di Indonesia dengan sample sebanyak 1.200 responden. Dengan data margin of error sebesar 2,83 persen.

Pertarungan king maker

Qodari mengungkap bahwa pada Pipres 2019 ada tiga sosok penting yang dianggap sebagai king maker dan berpengaruh pada elektabilitas suara. "Ketiga king maker itu, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla," lanjut Qodari.

Menurutnya, sosok Megawati sebagai Ketua Umum PDIP dianggap berpengaruh pada Pilpres 2019. Terlebih dia yang tidak mungkin lagi maju sebagai calon presiden.

"Kenapa Bu Mega? Karena Bu Mega ketua umum, PDIP besar sekali. Kursinya 109 dengan presentasinya 19 persen. Ya tinggal sedikit sekali (mencapai ambang batas), gabung dengan partai politik lain, sudah bisa mengajukan calon sendiri, kita belum tahu siapa calonnya," jelasnya.

Sosok selanjutnya adalah Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono, yang telah memiliki putra mahkota dan akan dimunculkan pada Pemilu Presiden 2019.

"SBY dia mengontrol Partai Demokrat, tidak cukup menggandeng satu partai (untuk mengusung) tapi dua partai, itu tentu kerja keras. Tetapi kita tahu SBY punya putra mahkota namanya AHY," katanya.

"Jadi bukan mustahil pak SBY ingin melakukan regenerasi dengan memajukan AHY sebagai presiden," sambungnya.

Sosok ketiga yang mungkin menjadi king maker adalah Jusuf Kalla. Meskipun, dia bukan merupakan ketua umum partai, namun saran dan masukannya dapat menjadi sebuah pertimbangan penting. Hal itu terbukti saat dirinya merekomendasikan Anies Baswedan pada Pilgub 2017.

"Pak Jusuf Kalla memang bukan ketua partai, tetapi karena dia politisi senior dan dianggap sebagai tokoh kunci dalam komunitas Islam, dia mungkin bisa merekomendasikan nama-nama tertentu untuk didukung partai politik. Dan sudah kita saksikan dari Pilkada DKI Jakarta. Pak Jusuf Kalla mengusulkan nama Anies dan ternyata diterima oleh partai politik bisa maju dan kemudian bisa menang," ujarnya.

Rekomendasi
Tutup