"Jadi saya bilang sih enggak (antikritik). Mereka mau dikritik, tapi jangan kencang-kencang gitu," kata Hendri, dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018).
Hendri melanjutkan, UU MD3 disahkan sebagai salah satu penjaga kehormatan DPR secara lembaga maupun perorangan. Dia menyoroti dalam salah satu pasalnya ancaman hukun hanya ditujukan pada pihak yang merendahkan kehormatan DPR bukan pada pengkritik Dewan.
"Mereka tahu bagaimana cara melindungi diri dan menjaga kehormatan lembaganya. Itu belum pernah terjadi saat ini. Kan sebetulnya kata-katanya bukan tidak ingin dikritik, yang dibilang kan merendahkan DPR," sambung Hendri.
Wewenang DPR bertambah melalui revisi UU MD3. Hak imunitas diperkuat, DPR semakin leluasa memanggil paksa setiap orang yang tiga kali tidak memenuhi panggilan rapat. Pemanggilan paksa dapat dilakukan dengan bantuan Polri.
Selain itu, kewenangan DPR diperkuat dalam Pasal 74 yang mengatur wewenang memberikan rekomendasi dan berhak melayangkan hak interpelasi, hak angket, serta hak menyatakan pendapat, dan mengajukan pertanyaan bila rekomendasi itu tak dilaksanakan.
Kemudian, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga bisa mengambil langkah hukum apabila ada yang merendahkan kehormatan Dewan atau anggotanya. Anggota DPR juga punya hak imunitas yang diatur dalam Pasal 224 ayat 1 UU MD3, yakni tidak bisa dituntut di depan pengadilan karena pernyataannya, pertanyaan, dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan atau tertulis di dalam rapat DPR atau di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Pemeriksaan anggota DPR juga tidak bisa dilakukan tanpa izin Presiden dan pertimbangan MKD. Hal itu tertuang dalam Pasal 245 UU MD3.