Dilihat era.id, usai persidangan Fredrich membawa 1 kantung tas cokelat berisi kopi asal gerai Amerika Serikat. Dia menyebut kopi tersebut merupakan minuman kesukaannya.
"Ya memang hobi saya (minum) Starbucks dan (sekarang) saya tidak bisa beli Starbucks. Jadi tahanan KPK ini tidak manusiawi," kata Fredrich di PN Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2018).
Fredrich mengakui, dirinya sangat terisolir dari dunia luar. Bahkan untuk mendapatkan barang kesukaannya itu, dia harus menunggu kiriman dari koleganya di hari Senin dan Kamis.
"Kita tidak boleh beli apapun. Bahkan bawa uang Rp1 juga tak boleh. Saya hanya bisa mengharapkan hari Senin dan Kamis dapat kiriman. Dan kasih boks cuma kecil segini," jelas Fredrich.
(Foto: Tiwi/era.id)
Karenanya, Fredrich menyebut KPK telah melanggar haknya karena membatasi keinginan seseorang.
"Padahal UU pasal 60 warga berhak bertemu dengan saya setiap saat. Mereka buat peraturan sendiri. Makanya saya bilang mereka itu adalah masyarakat yang berkuasa aja tanpa adanya hukum," tambahnya.
Sembari meninggalkan ruang pengadilan, Fredrich sesekali menyeruput kopi yang digenggamnya itu. "Ini kopi latte tadi istri saya yang bawakan," imbuhnya, sambil memegang kopi berlambang putri duyung itu.
Baca Juga: Pakai Rompi KPK, Fredrich Mengaku Dilecehkan
Tak hanya itu, bagi Fredrich, mengenakan rompi tahanan KPK membuatnya merasa dilecehkan. Luapan emosi seakan tidak ada habisnya, ia bahkan meminta hakim untuk meluruskan permasalahan itu.
"Kami secara resmi, secara hukum adalah tahanan para majelis hakim. Namun, kami dilecehkan di depan wartawan supaya kami tampak seperti tahanan KPK. Ini kan pelecehan terhadap hak asasi," tanya Fredrich kepada hakim.
"Kalau saya disuruh pakai jaket (rompi), silakan saja pak, 'Tahanan pengadilan negeri Tipikor', masa saya disuruh pakai jaket tahanan KPK?," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pengacara Fredrich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka bersama dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo. Keduanya dianggap melakukan Obstruction of Justice atau upaya menghalang-halangi hukum karena bekerja sama memanipulasi data medis mantan Ketua DPR Setya Novanto.
(Infografis: era.id)