Memetakan Longsor di Indonesia
Memetakan Longsor di Indonesia

Memetakan Longsor di Indonesia

By Yudhistira Dwi Putra | 23 Feb 2018 19:56
Jakarta, era.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memetakan wilayah rawan longsor di Indonesia. Hasil patut bikin kita waspada, ada sekitar 40,9 juta masyarakat Indonesia hidup yang di zona merah longsor.

Dalam klasifikasi yang dilakukan BNPB, zona merah diartikan sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan longsor amat tinggi. Artinya, bahaya longsor mengancam begitu banyak jiwa di bumi pertiwi.

Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tingginya intensitas dan frekuensi hujan di sejumlah wilayah yang tergolong zona merah memperbesar potensi longsor. Sejak 2010-2018, BNPB mencatat Bogor sebagai wilayah yang paling banyak dilanda bencana longsor. Dalam kurun waktu tersebut, 156 longsor pernah terjadi di sejumlah wilayah di Bogor.

Setelah Bogor, Wonogiri tercatat sebagai wilayah paling rawan kedua dengan catatan 143 peristiwa, disusul Cilacap dengan 128 bencana longsor. 

Longsor Brebes

Di antara seluruh daerah yang dipetakan BNPB, tingkat bahaya longsor di Brebes sejatinya tak semengerikan Cilacap, apalagi Bogor. BNPB mencatat, dalam delapan tahun belakangan, wilayah Brebes hanya 19 kali dilanda longsor.

Namun, Sutopo menuturkan bencana alam bukan hal yang dapat diperhitungkan berdasar catatan, namun jauh lebih misterius dari sekadar prakiraan angka-angka.

"Banyak di daerah-daerah seperti ini (zona merah) nih, tapi daerahnya enggak longsor-longsor. Seperti di Ngadirejo, masyarakat sudah kita ungsikan, sampai lama-lama bosan," kata Sutopo di Graha BNPB, Pramuka, Jakarta Timur, Jumat (23/2/2018).

Meski begitu, Sutopo mengatakan, longsor sejatinya dapat diprediksi dari beberapa tanda fisik, seperti tanah retak, jalan ambles atau tiang listrik yang miring.

"Inilah yang menyebabkan kita kesulitan untuk memastikan. Jadi kita mulai saja dulu untuk mendeteksi longsor. Ya ada retakan, ada amblesan, tiang listrik miring," tuturnya.

Meski divonis mengidap kanker paru-paru stadium empat, Sutopo emoh berhenti untuk terus memberikan perkembangan setiap ada bencana alam. Bahkan tugasnya ini dilakukan di tengah-tengah dia menjalani berbagai proses pengobatan.

"Di saat menjalani ikhtiar itu, selalu ada bencana menyertai masyarakat. Apakah saya harus diam dan membiarkan masyarakat berharap kebenaran informasi bencana? Tentu tidak. Saya akan tetap melayani dengan hati," tulis Sutopo dalam akun instagramnya.

Tags :
Rekomendasi
Tutup