DPR Dorong Penyelenggara Pemilu Lakukan Perbaikan

| 27 Feb 2018 12:10
DPR Dorong Penyelenggara Pemilu Lakukan Perbaikan
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Mery Handayani/era.id)
Jakarta, era.id - DPR mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan pembenahan internal secara menyeluruh terkait temuan sejumlah pelanggaran yang marak terjadi memasuki tahun politik Pilkada 2018.

"Untuk melakukan pembenahan internal secara menyeluruh, mengingat kasus tersebut telah mencoreng penyelenggaraan pemilu di Indonesia," ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulis yang diterima era.id, Selasa (27/2/2018).

Selain itu, Bambang meminta Komisi II DPR untuk mendorong KPU dan Bawaslu menindaklanjuti kasus suap penyelenggara pemilihan kepala daerah di Kabupaten Garut dengan melakukan evaluasi.

Tim gabungan Satgas Anti-Money Politic telah meringkus Ketua Panwaslu Garut Heri Hasan Basri, dan Komisioner KPUD Garut Ade Sudrajad, usai diduga menerima suap untuk meloloskan salah satu pasangan cabup dan cawabup Garut, Soni Sondani-Usep Nurdin.

Politikus Partai Golkar itu pun mendorong dilakukannya evaluasi terhadap tiga fokus besar. Pertama, soal transparansi dan akuntabilitas proses pencalonan. Kedua, terkait kinerja penyelenggara pilkada di setiap tingkatan, dan ketiga, mengevaluasi ulang secara cepat proses pencalonan Pilkada serentak 2018, guna mencegah kasus serupa terulang.

"Meyakinkan masyarakat bahwa kasus di Garut tidak terjadi di daerah lainnya," tambah dia.

Bambang juga meminta Komisi II untuk proaktif membantu pengungkapan kasus penangkapan komisioner KPU dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Garut tersebut.

"Mengimbau KPU dan Bawaslu dalam hal seleksi penyelenggara pemilu agar dilakukan dengan mengedepankan asas profesionalitas, meritokrasi, dan berintegrasi," ungkap dia.

Masuk tahun politik di 2018, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) mencatat, 76 pelanggaran pemilu terjadi sejak awal Januari 2018 hingga 22 Februari 2018. Pelanggaran tersebut juga menyeret 163 orang penyelenggara.

Dari total 76 perkara, sebanyak 61,2 persen tercatat sebagai perkara pelanggaran kode etik. Angka di atas 50 persen, menurut Ida, menjadi masalah serius. Dari 61,2 persen yang melanggar kode etik, 37 orang di antaranya diberi sanksi peringatkan keras, 27 peringatan biasa, 3 diberhentikan sementara, 11 diberhentikan tetap, 3 diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua.

(Infografis/era.id)