Buat Budi, tak masalah gaya bahasa apa yang digunakan. Yang penting dalam proses komunikasi adalah ketika pesan yang ia sampaikan dapat diterima dengan baik oleh lawan komunikasi.
Budi memang dikenal sebagai salah satu tokoh yang memiliki gaya komunikasi santai dan jauh dari diksi-diksi baku yang tertanam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
"Kalau saya, bahasa apa aja yang penting (yang mendengar) bisa ngerti. (Bahasa baku atau tidak baku) sama aja," ujar Budi kepada era.id di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).
Budi sih mengaku selalu bisa menempatkan diri dan ucapannya. Ia tahu betul, kapan harus menggunakan diksi baku dan tidak baku.
“Kalau saya bicara baku atau tidak baku, sama anak muda ya pokoknya, begitu ngomong baku balesannya baku. Begitu enggak baku, balasannya enggak baku. Begitu aja kalau ke anak muda,” tuturnya.
Representasi pribadi
Tapi, yang lebih penting dari segalanya, Budi memiliki keyakinan, gaya berbahasa adalah representasi dari kepribadiannya. Maka, berperan sebagai diri sendiri sangat penting dalam setiap komunikasi yang dilakukan.
Termasuk saat berbicara kepada media. Budi selalu berusaha menjadi dirinya sendiri. Ia bukan tak sadar bahwa setiap ucapannya dapat dijadikan kutipan. Namun, apalah arti diksi. Yang penting bagi Budi adalah substansi dan konteks kalimat yang ia sampaikan dapat dicerna dan direpresentasikan dengan baik.
“Omongannya apapun itu, baku (atau) tidak baku, harus be your self, menjadi diri sendiri. Yang terpenting, usahakan apa yang diucapkan bisa diterima oleh media sehingga saat di-publish tidak menjadi salah pengertian dan salah persepsi," tutur Budi.
"Jadi, selalu usahakan supaya meminimalisir distorsi pada saat diberitakan. Yang penting jangan sampai jadi distorsi,” tambahnya.
Infografis (Hilda/era.id)