Menurut Hanafi, masih banyak masyarakat yang mengalami kesulitan bahkan tidak bisa meregistrasi ulang nomor kartu mereka. Lantaran banyak masyarakat yang belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
"Dari beberapa keluhan yang muncul di media sosial, terungkap bahwa para pelanggan itu mendapati nomor induk kependudukan (NIK) mereka ternyata belum terdaftar, atau ada juga konsumen yang belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) definitif karena masih diproses oleh Dinas Kependudukan dam Catatan Sipil (Disdukcapil)," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima era.id, Kamis (1/3/2018).
Dirinya menilai, penerapan sanksi blokir nomor SIM card secara bertahap membuat masyarakat selalu dirugikan dan kerap menjadi korban kebijakan.
"Jangan sampai warga negara menjadi korban dua kali," imbuhnya.
Baginya penerapan kebijakan pemerintah terksesan berbeli-belit dan merepotkan, tak sedikit masyarakat sudah menjadi korban atas kebijakan kependudukan berupa migrasi e-KTP yang belum banyak punya KTP.
"Warga juga sering jadi korban atas proses birokrasi pemerintah yang berbelit," sambungnya.
Hanafi berharap, pemerintah membuka layanan terpadu yang siap siaga 24 jam untuk menerima aduan masyarakat terkait permasalahan administrasi ini.
"Kalau pun ada solusinya sementara dari pemerintah berupa pembukaan layanan 'Halo Dukcapil' saja," tuturnya.
Bila mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016, pelanggan seluler yang tidak registrasi SIM card prabayar sampai 28 Februari 2018 akan diblokir nomornya.
Akhir Februari adalah batas akhir registrasi SIM card tahap pertama, bagi mereka yang belum melakukan registrasi SIM card ulang secara bertahap.
(Infografis/era.id)