Dalam putusan sela, nota keberatan dari pengacara Fredrich ditolak. Bahkan majelis hakim meminta jaksa penuntut umum KPK melanjutkan persidangan ke agenda selanjutnya.
"Menyatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Fredrich Yunadi tidak dapat diterima dan memerintahkan penuntut umum KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara," kata ketua majelis hakim Saifudin Zudhri, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Jakpus, Senin (5/3/2018).
Salah satu pertimbangan majelis hakim, nota keberatan Fredrich perkaranya merupakan tindak pidana umum dan bukan tindak pidana khusus.
"Majelis hakim telah mempertimbangkan bahwa Pasal 21 adalah tindak pidana korupsi. Namun untuk membuktikan perbuatan materilnya, haruslah diperiksa saksi-saksi dalam persidangan pokok perkara," jelas hakim.
Tidak sepakat dengan putusan hakim, Fredrich gusar dan mengancam tidak mau menghadiri sidang lanjutan. Dia merasa hak asasinya diabaikan.
"Jadi, kalau memang majelis hakim berpendapat begini Pak, kami tidak akan menghadiri sidang lagi, Pak. Ini hak saya sebagai manusia, Pak, hak asasi manusia saya, mohon dihormati," jawab Fredrich dalam persidangan.
Persidangan selanjutnya diagendakan pada Kamis (15/3) dengan agenda menghadirkan saksi-saksi dari KPK.
Fredrich didakwa melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di RS Permata Hijau. Hal itu dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan oleh KPK terhadap Novanto sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).
Fredrich diancam dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.