'Konten Ilegal' dalam Belantara Media Sosial
'Konten Ilegal' dalam Belantara Media Sosial

'Konten Ilegal' dalam Belantara Media Sosial

By Yudhistira Dwi Putra | 05 Mar 2018 19:53
Jakarta, era.id - Isu penyerangan terhadap ulama terus mengemuka beberapa waktu belakangan. Beruntungnya, kebanyakan dari kabar bernada provokatif itu adalah hoaks.

Polisi mencatat, dari 45 kabar, 42 di antaranya adalah hoaks. Artinya, hanya tiga kabar yang dipastikan betul-betul terjadi. Ketua Satgas Nusantara, Irjen Pol Gatot Eddy Pramono menuturkan, dua kasus terjadi di Jawa Barat, sedang satu kasus lainnya terjadi di Jawa Timur.

Gatot mengungkapkan, polisi telah mendalami tiga kasus tersebut. Hasilnya, polisi menemukan keterkaitan antara satu kasus dengan lainnya. Polanya sama, yakni seluruh kabar disebar dengan penyampaian provokatif lewat media sosial.

Terkait dengan berbagai isu penyerangan ulama, polisi sejatinya telah menangkap MCA, salah satu kelompok yang paling bertanggung jawab dalam penyebaran hoaks terkait itu.

Di media sosial, MCA rutin menyebar berita, foto dan video palsu berisi penghinaan, fitnah dan ujaran kebencian yang ditujukan pada pemimpin dan pejabat negara. Selain itu, MCA juga kerap memposting hal-hal bernuansa SARA di medsos, termasuk isu provokatif tentang penyerangan dan penculikan ulama dan isu kebangkitan PKI.

Hoaks dalam angka

Menurut data lain, polisi telah menangkap 18 orang terkait kasus hoaks dan ujaran kebencian sepanjang tahun 2018. Dari sekian banyak kasus, 15 di antaranya telah sampai tahap penyidikan.

Terkait kebohongan-kebohongan yang menyeret ulama, polisi telah menangkap enam tersangka dari lima kasus. Tiga kasus lain yang dilakukan tiga orang tersangka adalah terkait berita bohong dan ujaran kebencian yang menyinggung nama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pada kasus lain, tercatat empat kasus berita bohong tentang anggota dewan dan Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang menyeret empat orang masuk bui. 

Lainnya, tercatat tiga kasus ujaran kebencian dan berita bohong terhadap kelompok tertentu, di mana lima orang ditangkap dan jadi tersangka.

Selain kepolisian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memaparkan catatan lain. Per Januari 2018, Kemenkominfo menerima 8.166 aduan terkait konten negatif. Dan sebagian besar dari aduan tersebut merujuk pada informasi yang menyesatkan atau hoaks.

Rinciannya begini, dari total aduan yang diterima Kominfo, 183 kasus adalah aduan soal SARA dan ujaran kebencian. 202 kasus lain berkaitan dengan radikalisme, 18 aduan soal pelanggaran keamanan informasi, 15 konten meresahkan, dan 26 konten yang dianggap melanggar nilai sosial dan budaya.

Catatan Kemenkominfo sejauh tahun ini sejatinya sudah cukup menunjukkan bagaimana ngerinya belantara sosial media. Apalagi jika menarik mundur catatan yang berhasil dihimpun tim riset era.id soal aduan pada Kemkominfo sejak 2017 hingga Januari 2018.

Dalam periode itu, tercatat 796.237 laporan terkait konten hitam. Jika dipetakan platform to platform, Facebook adalah platform paling banyak digunakan untuk menyebar konten hitam dengan catatan 237 aduan. Setelahnya adalah Instagram, 217 aduan, YouTube (73) dan Twitter (53).

Infografis (Rahmad Bagus/era.id)

Rekomendasi
Tutup