Keresahan pasar juga terlihat dari pengaruh pelemahan nilai rupiah terhadap indikator makro domestik. Namun, pengamat Keuangan Bank Central Asia (BCA) David Sumual, menjelaskan pelemahan nilai Rupiah tidak menciptakan perubahan yang mendasar. Termasuk tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi sekarang.
"Malah, kondisi mata uang kita saat ini bisa dikatakan stagnan, dalam arti perubahan angka tidak sampai pada tahap mengkhawatirkan," kata David saat dihubungi era.id, Selasa (6/3/2018).
David menjelaskan kondisi domestik Indonesia belum terpengaruh pelemahan nilai Rupiah. Menurutnya, pelemahan kurs Rupiah lebih pada disebabkan karena kondisi global.
"Pernyataan Donald Trump mengenai kenaikan tarif impor baja dan alumunium sebesar 25% adalah faktor utama (pelemahan nilai Rupiah)" lanjutnya.
Terlebih, David menjelaskan kebijakan Trump tersebut banyak mempengaruhi nilai mata uang negara lain, utamanya the emerging states.
"Beberapa negara mengalami pelemahan nilai mata uangnya sampai 4% seperti Peso Filipina, (sementara) mata uang kita masih tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi tersebut," ujarnya.
David menambahkan, Bank Indonesia juga terlihat akan mengintervensi pelemahan rupiah sebagai tujuan untuk menjamin kestabilan pasar dan mencegah pelemahan nilai tukar yang lebih jauh.