“Sangat dilematis menurut saya perdebatannya kalau presiden akan mengeluarkan perppu, kehadiran pemerintah itu mewakili presiden. Itu artinya, kalau itu yang terjadi maka presiden tentu dari sisi leadership-nya kita ragukan,” katanya, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Untuk itu, Supratman meminta agar UU segera diberlakukan. Jika ada yang tidak setuju, Supratman menyarankan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Supratman, perppu merupakan hak konstitusional presiden dalam keadaan yang sangat genting dan memaksa. Namun, dia menilai tidak ada keadaan memaksa untuk dikeluarkannya Perppu MD3.
“Pasal-pasal yang dipersoalkan pasal 122 huruf k, itu pasal yang tidak punya sanksi bukan delik pidana, apanya yang mau diadukan? Ada ancaman apa di sana? Kan itu hanya tugas MKD saja kalau melanggar pasal 122 huruf k diancam pidana? Kan enggak,” jelasnya.
Apalagi, kata Supratman, pasal 245 dan 73 di dalam UU MD3 sebelumnya dan hanya mempertegas proses acaranya. Akan tetapi, keputusan menerbitkan perppu merupakan hak konstitusional presiden dan harus dihargai.
Infografis (era.id)
Supratman juga merasa bingung dengan sikap Jokowi yang terkesan labil. Jokowi pernah mengusulkan hak imunitas dewan dipertegas tetapi sekarang malah mengkaji perppu terkait UU MD3 tersebut.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan Presiden Jokowi untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan partai koalisi pemerintah sebelum menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) MD3.
"Saya bilang kan ajak partai pendukung beliau. Sebab, hampir semua partai pendukung beliau juga menyetujui perubahan itu," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Fahri berharap, Jokowi mau mendengarkan penjelasan dari DPR sebelum mengeluarkan Perppu UU MD3. DPR juga sudah melayangkan surat kepada Presiden untuk melakukan konsultasi, akan tetapi belum mendapat respons.
"Pimpinan DPR sudah dua kali kirim surat rapat konsultasi, presidennya tidak mau rapat konsultasi," kata Fahri.