Hal ini dalam rangka mendukung perjuangan hak perempuan dan melawan ketidakadilan gender sekaligus merayakan Hari Perempuan Internasional yang jatuh, pada hari ini. Tema seminar juga selaras dengan tujuan membahas tahap pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2017.
Wakil Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin mengatakan, dalam Perma tersebut memberikan acuan perlindungan hukum terhadap perkara yang melibatkan perempuan di dalamnya. Sehingga tidak ada bentuk diskriminasi dalam sistem peradilan.
"Agar para hakim memiliki acuan dalam kesetaraan gender, memastikan pelaksanaan di pengadilan menjunjung tinggi integritas," ujar Syarifuddin di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).
Menurutnya, setiap hakim harus mempertimbangkan kesetaraan gender dan non-diskriminasi dalam mengidentifikasi fakta persidangan. Tak hanya itu, seorang hakim juga harus bisa melakukan penafsiran peraturan dan perundang-undangan yang menjamin kesetaraan gender.
"Prinsipnya keadilan restoratif di mana berusaha untuk mengembalikan keadaan yang terganggu akibat adanya pelanggaran hukum. Perempuan sebagai korban, Perma memberikan arahan agar hakim tidak timpang dalam memberikan keputusan," jelas Syarifuddin.
Oleh karena itu, Syarifuddin berharap dengan adanya peraturan ini perempuan memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk mendapatkan hak-haknya di dalam sistem peradilan dan terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor hukum dan peradilan.
Perlu diketahui, perempuan di Indonesia masih rentan menjadi korban kekerasan. Kondisi ini terekam dari Catatan Tahunan 2017 Komnas Perempuan. Lembaga ini mendokumentasikan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama 2016. Hasilnya, terdapat 259.150 jumlah kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 245.548 kasus diperoleh dari 358 Pengadilan Agama dan 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengadaan layanan yang tersebar di 34 Provinsi. Dalam acara tersebut juga turut hadir, Perwakilan Kedutaan Besar Australia Dave Peebles dan Hakim Family Court of Australia Justice Margaret Cleary.