Hanafi berpendapat, dari 32 Undang-Undang data pribadi yang dibuat pemerintah, belum satu pun UU yang secara khusus membahas mengenai perlindungan data pribadi. Hanafi melihat 32 UU tersebut hanya membahas data koleksi dan akses data.
"Sehingga saya harapkan memunculkan kelegaan, rasa aman, rasa adil muncul di masyarakat. Yang kurang dan kita dorong sisi atau semangat perlindungan data pribadi," ujar Hanafi dalam sebuah diskusi, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3/2018).
Hanafi menilai UU terkait perlindungan data sangat diperlukan, mengingat di negara-negara lain seperti Singapore, Malaysia, Vietnam, Amerika, dan Eropa sudah diberlakukan. "Negara-negara yang memiliki sistem ini, data itu tidak lagi milik kedaulatan negara tapi milik kedaulatan masing-masing," imbuhnya.
"Sehingga jika mengumpulkan data pribadi, itu semua harus concern dan persetujuan kepada warga negara itu," lanjutnya.
Hanafi melihat, dalam pengumpulan data, baik dalam regristrasi kartu seluler atau regristasi lainnya yang membutuhkan KTP dan KK tidak ada upaya dari pemerintah untuk melindungi data-data tersebut.
"Kalau itu semua tidak dijamin kerahasiannya, tidak dijamin perlindungan datanya, maka tentu tidak ada gunanya," cetus Hanafi.
Hanafi melihat penyerahan tanpa perlindungan data, berpotensi disalahgunakan oleh pemerintah. Oleh sebabnya, dirinya mendorong agar UU Perlindugan Data segera diwacanakan dan dibahas di Parlemen.