Dilansir dari Reuters, sesaat sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadwalkan membahas Suriah, Macron mengatakan Moscow sebagai sekutu dekat pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad, tidak mengizinkan memberikan bantuan ke daerah terpencil Ghouta.
"Bukti sudah tak bisa dibantah lagi, garis merah telah dilintasi. Senjata kimia digunakan untuk efek mematikan. Kami akan melakukan apa yang partner kami, Amerika lakukan beberapa bulan lalu, kami akan menempatkan diri pada posisi untuk melanjutkan serangan yang ditargetkan," kata Macron.
Sebelumnya, Macron telah membuat ancaman serupa pada bulan lalu. Namun sejauh ini tidak menghasilkan kemajuan berarti sehingga tidak terlalu memengaruhi kondisi di Suriah.
"Kami saling mencocokkan informasi dengan sekutu, namun dengan sangat jelas, kami memiliki kapasitas independen untuk mengidentifikasi target dan meluncurkan serangan jika diperlukan," lanjutnya.
Suriah menandatangani kesepakatan yang ditengahi Rusia untuk menyerahkan persenjataan kimianya setelah serangan gas syaraf yang menewaskan ratusan orang pada 2013. Tahun lalu, Amerika Serikat menuduh Damaskus menggunakan gas syaraf dan melancarkan serangan udara.
Sejak saat itu, Washington telah berulang kali menuduh Damaskus menggunakan gas klorin dalam setiap serangannya. Namun Suriah tetap tidak mengindahkan ancaman tersebut.